Hosting Unlimited Indonesia

Hadits-Hadits Yang Bertentangan Dengan Akal


Pendahuluan
Term hadis dikenal sebagai sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw, baik ucapan, perbuatan, taqrir maupun hal ihwal beliau. Dilihat dari kedudukannya, hadis Nabi saw merupakan sumber ajaran ajaran Islam kedua setelah al-Qur'an. Sebagai sumber ajaran kedua setelah, Hadis Nabi saw memuat berbagai ragam ajaran Islam yang kandungan isinya dapat dipahami dengan mudah. Akan tetapi, terkadang juga kandungan matannya aneh dan pelik untuk dipahami dari sisi nalar manusia dal ilmu pengetahuan. Hadis-hadis inilah dikenal dengan hadis Musykil. Hadis musykil ini memberikan kesan yang negatif kepada umat Islam sehingga muncul keraguan akan kebenaran hadis tersebut, atau bahkan sebagai justru menolak hadis tersebut.
Dalam makalah ini, yang dimaksud dengan hadis-hadis yang musykil dari sudut ilmu sains adalah hadis-hadis yang berisi informasi, temuan atau ajaran yang tidak sejalan dengan temuan dan fakta sains atau akal manusia. Ketika umat Islam berhadapan dengan hadis musykil tersebut, bagaimana sikap umat Islam terhadapnya? Apakah menolak hadis-hadis tersebut meski bernilai shahih, sehingga kandungan isinya tidak dapat dijadikan dasar bagi sumber ajaran Islam; ataukah hadis-hadis musykil tersebut berisi sesuatu yang pada hakikatnya belum digapai oleh pengetahuan manusia, atau bahkan hadis-hadis musykil tersebut hanya sekedar sebagai penjelas Nabi saw tentang kondisi masyarakat di sekeliling beliau.  
Dalam makalah ini mencoba menampilkan analisis terhadap beberapa hadis Nabi saw yang sepintas bertentangan dengan logika atau nalar manusia.










Pembahasan
Hadis-hadis yang bertentangan dengan akal
A.    Hadis tentang Nabi Musa menempeleng Malaikat.
Hadis yang menginformasikan Nabi Musa as menempeleng malaikat, meskipun terdapat sedikit variasi matan, dapat dijumpai dalam beberapa kitab hadis antara lain dalam kitab yang disusun oleh Imam al-Bukhari[1], Imam Muslim[2], dan lain-lain. Salah satu redaksi sanad dan matn-nya dapat dilihat dalam kitab Shahih Muslim sebagai berikut[3] :
صحيح مسلم - (ج 7 / ص 100)
6298 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ لَهُ أَجِبْ رَبَّكَ - قَالَ - فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا - قَالَ - فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقَالَ إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِى إِلَى عَبْدٍ لَكَ لاَ يُرِيدُ الْمَوْتَ وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِى - قَالَ - فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ ارْجِعْ إِلَى عَبْدِى فَقُلِ الْحَيَاةَ تُرِيدُ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً قَالَ ثُمَّ مَهْ قَالَ ثُمَّ تَمُوتُ. قَالَ فَالآنَ مِنْ قَرِيبٍ رَبِّ أَمِتْنِى مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَاللَّهِ لَوْ أَنِّى عِنْدَهُ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الأَحْمَرِ ».رواه مسلم

“Muhammad bin Rafi’menceritakan kepada kami (berkata) ‘Abd al-Razzaq menceritakan kepada kami, (berkata) Ma’mar meneritakan kepada kami (yang ia peroleh) dari Hammám bin Munabbih (yang berkata bahwa) : “ini (adalah berita) yang diceritakan Abu Hurairah kepada kami (yang ia dapat) dari Rasulullah saw (bahwa beliau) bersabda : “Malaikat maut datang kepada Musa as seraya berkata :”Jawablah (panggilan) Tuhanmu”. Kemudian Musa as menempeleng Malaikat maut itu dan menyebabkan bola matanya keluar. Malaikat kembali kepada Allah seraya berkata :”Engkau mengutus saya kepada hamba yang tidak menghendaki kematian, sehingga bola mata saya keluar seperti ini”. Allah mengembalikan matanya dan berfirman kepadanya : “Kembalilah kepada hamba-ku kemudian katakan kepadanya apakah anda ingin tetap hidup. Jika anda ingin tetap hidup, letakkan tanganmu di atas punggung lembu jantan, dari setiap rambut yang ditutupi oleh tanganmu, anda akan hidup satu tahun.”(setelah diterangkan kepada Musa) Musa bertanya :” Setelah itu bagaimana? “Allah berfirman: “setelah itu anda mati.”Musa menjawab: “Jika demekian, (saya ingin mati) sekarang,(seraya meminta kepada Tuhannya) dekatkanlah tanah suci sejauh lemparan batu.”Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Jika saya di sana, akan saya tunjukkan kuburnya berdekatan dengan bukit pasir merah.
Sebelum lari dari pembahasan kritik matan penulis berinsiatif untuk mengadakan  kritik sanad terlebih dahulu meskipun Mukharrij hadis diatas adalah Imam muslim yang sering kita dengar kualitas hadisnya adalah shahih, namun tidak ada salahnya penulis mengkritik dari sanadnya dulu sebelum mengadakan kritik matan.
Menurut penulis di dalam hadits diatas terdapat 7 (tuju) periwayat, yaitu :
  1. Muhammad Ibn rafi’
  2. Abd ar-Razaq
  3. Ma’mar
  4. Hammam Ibn Munabbih
  5. Abu Hurairah

Bagan sanadnya dapat disusun sebagai berikut :
Nabi saw
1
Abu Hurairah
1
Hammam Ibn Munabbih
1
Ma’mar
1
Abd ar-Razaq
1
Muhammad Ibn rafi’
1
Al-Muslim

Uji ketsiqahan para periwayat
Penyajian data-data tentang al-Jarh wa al-Ta’dilnya para periwayat dalam sanad hadits yang diteliti dan analisisnya dapat disebutkan sebagai berikut :
  1. Muhammad Ibn rafi’
  1. Dalam kitab Tahdzib at-Tadzhib juz 9 halaman 140-141 karya Ibnu hajar dikatakan : an-Nasai mengatakan : الثقة المأمون, Ibn Abi hatim dari Abi Zaráh mengatakan : شيخ صدوق, Muslim bin hajjaj menilai Muhammad Ibn rafi adalah ثقة مأمون صحيح الكتاب, sedangkan Ahmad bin siyar menilai : ثقة حسن الرواية.
  2. Dalam kitab Tahdib al-Kamal juz 25 halaman 193 karya Yusuf al-Muzi dikatakan : an-Nasai menilainya الثقة المأمون, dan Abdur rahman bin Abi hatim menilainya شيخ صدوق.
Data-data diatas menunjukkan bahwa Muhammad Ibn rafi’ adalah periwayat yang Tsiqah.
  1. Abd ar-Razaq

  1. Dalam kitab Tahdib at-Tahdib juz 2 halaman 279 dikatakan : Ahmad Ibn as-Shalih berkata: saya mengatakan pada Ahmad bin hanbal bahwasannya Abd ar-Razaq adalah أحسن حديثا , Ahmad dari Ma’mar berkata bahwa hadis Abdur ar-razaq adalah adalah hadis yang paling saya cintai dari pada hadisnya orang-orang bashrah.
  2. Dalam kitab khulashah Tahdibul kamal juz 1 halaman 526 dikatakan : أحد الأئمة الأعلام الحفاظ (salah satu seorang Imam yang alim dan banyak hapalannya).
  3. Dalam kitab taqrib at-Tahdib juz 2 halaman 96 dikatakan beliau adalah Tsiqah hafidz dan pengarang hadis yang masyhur namun pada akhir umurnya beliau buta.

Data-data diatas menunjukkan bahwa Abd ar-Razaq adalah periwayat yang sangat Tsiqah.


  1. Ma’mar

  1. Dalam kitab Khulashah Tahdibul kamal juz 1 halaman 848 dikatakan : al-A’jali menilainya ثقة صالح, an-Nasai mengatakan : ثقة مأمون,
  2. Dalam kitab Tahdzib at-Tahdib juz 3 halaman 342 dikatakan : Muáwiyah ibnu Shalih dari Ibnu muin mengatakan bahwa beliau adalah ثقة, Amru bin Ali menilainya أصدق الناس (sejujur-jujurnya manusia), al-Ajali menilainya ثقة رجل صالح, Abu hatim mengatakan bahwa selama beliau di tanah bashrah tidak pernah ada kekeliruan, dan ma’mar adalah orang yang bagus hadisnya, Ya’qub bin syaibah mengatakan Ma’mar adalah ثقة  dan صالح ثبت, an-Nasai menilainya ثقة مأمون, Ahmad bin hanbal dari Abdu ar-razaq dari Ibnu Juraij mengatakan : Tetaplah kamu bersama orang laki-laki ini dan dia adalah orang yang paling alim dimasanya.
Data-data diatas menunjukkan bahwa Ma’mar adalah periwayat yang Tsiqah
  1. Hammam Ibn Munabbih
  1. Dalam kitab al-Kasyif juz 1 halamam 136 dikatakan : Shaduq
  2. Dalam kitab Tahdib al-Kamal juz 1 halaman 906 dikatakan : Ibnu Main menilainya Tsiqah
  3. Dalam kitan tahdib at-Tahdib juz 5 halaman 90 dikatakan : Ishaq bin Manshur dari Ibnu muin menilainya Tsiqah,  Imam al-A’jali mengatakan bahwa beliau adalah orang bangsa Yaman, Tabiin, dan Tsiqah. Ibnu hibban menggolongkannya Tsiqah
Dari Data data diatas menunjukkan bahwa Hammam Ibn Munabbih adalah Periwayat yang Tsiqah.

  1. Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah seorang Sahabat Nabi saw. yang tidak perlu diragukan keadilan dan keketsiqahannya.
Uji persambungan sanad
            Penyajian dan analisis data persambungan sanad dapat disebutkan sebagai berikut:
  1. Imam Muslim mengatakan : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ. Redaksi ini oleh Muhadditsin digunakan dalam periwayatan hadits dalam bentuk Sima’ah,yaitu pembacaan hadits oleh guru kepada murid. Dengan demikian berarti ada pertemuan antara Imam Muslim dengan gurunya Muhammad Ibn rafi’, dan ini berarti bahwa sanadnya : Muttasil.
  2. Muhammad Ibn rafi’ mengatakan : حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ. Redaksi ini oleh Muhadditsin digunakan dalam periwayatan hadits dalam bentuk Sima’ah,yaitu pembacaan hadits oleh guru kepada murid. Dengan demikian berarti ada pertemuan antara Muhammad Ibn rafi’ dengan gurunya Abd ar-Razaq, dan ini berarti bahwa sanadnya : Muttasil.
  3. Abd ar-Razaq mengatakan : حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ. Redaksi ini oleh Muhadditsin digunakan dalam periwayatan hadits dalam bentuk Sima’ah,yaitu pembacaan hadits oleh guru kepada murid. Dengan demikian berarti ada pertemuan antara Abd ar-Razaq dengan gurunya Ma’mar, dan ini berarti bahwa sanadnya : Muttasil.
  4. Ma’mar mengatakan : عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ. Periwayatan Husain ini memang menggunakan redaksi ‘An (عن), tetapi ‘An’anahnya tidak ada indikasi menunjukkan adanya keterputusan sanad, bahkan dapat dinyatakan bahwa sanadnya adalah : Muttasil, karena : (1) Ma’mar adalah periwayat yang Tsiqah, (2) Dia bukan periwayat Mudallis, dan (3) Dimungkinkan ada atau pernah bertemu antara Ma’mar dengan gurunya Hammam bin Munabbih. Dalam biografinya dia pernah berguru kepada Hammam bin Munabbih tentang masalah Wudhu, ilmu dan sumpah, sedangkan Hammam bin Munabbih yang sebagai gurunya itu mendengarkan langsung dari Abi Hurairah.
  5. Hammam Ibnu Munabbih mengatakan : قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ . Redaksi periwayatan ini sama dengan diatas menunjukkan bahwa sanadnya : Muttasil.
Uji Syadz-tidaknya matan Hadis
Sejauh yang peneliti tahu, hadits tentang : Nabi musa menempeleng malaikat, tidak mengandung syadz, dalam arti : tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur;an atau bertentangan dengan hadits-hadits lain yang satu tema yang lebih tinggi derajatnya. Dengan demikian dapat peneliti nyatakan bahwa hadits riwayat Imam Muslim ini terbebas dari unsur syadz atau syudzudz.
Uji Berillatnya-matan hadis
Dari sisi kritik sanad (al-naqd al-khariji). Hadis-hadis tentang Musa menempeleng malaikat ini memiliki sanad Muttasil, sehingga termasuk hadis marfu’dan berkualitas shahih. Namun dari kririk matan (al-naqd al-dakhili}, hadis ini masih diperdebatkan oleh sebagian kecil ulama, karena kandungan isinya bertentangan dengan nalar dan logika manusia. Karenanya, hadis ini dikategorikan sebagai hadis aneh janggal (musykil). Letak ke-Musykilannya disebabkan oleh beberapa kejanggalan berikut :
  1. Jika seseorang menempeleng orang lain dan berakibat memberikan cacat orang lain, maka perbuatan tersebut termasuk perbuatan fasiq. Bagaimana dengan hal ini jika dilakukan terhadap malaikat? Tentu kefasikan dan kezaliman bertambah lebih besar lagi dari hal tersebut. Apakah mungkin seorang rasul, Musa as melakukan perbuatan tersebut?.
  2. Hadis tersebut menyatakan bahwa malaikat maut datang ke Nabi Musa as dengan menampakkan diri secara lahir, kemudian Musa dapat melihatnya. Apakah malaikat maut dapat dilihat oleh orang.
  3. Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi Musa as tidak mengetahui bahwa dirinya akan meninggal. Bahkan Nabi Musa as ragu akan keabdiannya. Teks yang menunjukkan hal itu adalah pertanyaan Musa as : Tsumma mah (setelah itu bagaimana)? Yang mengindikasikan bahwa Musa as tidak mengetahui akan adanya kematian.
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dijadikan dasar untuk mendeskriditkan hadis tersebut sebagai hadis yang lemah dari segi matn, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kecil ulama kontemporer, yang menyatakan bahwa hadis ini bertentangan dengan akal dan logika manusia, sehingga hadis ini dari segi makna sulit diterima akal dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Kemusykilan hadis tentang Nabi Musa as menempeleng malaikat maut- karena tidak logis – tidak menjadikan hadis ini dhaif (lemah) dari segi matn, Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, pada awalnya, Nabi Musa as tidak mengetahui kalau yang datang tersebut adalah malaikat yang diutus oleh Allah swt. Yang tampak dihadapannya adalah seorang laki-laki datang dan ingin mencederainya. Jika ada orang datang, lalu dia hendak mencelakakan bahkan ingin membunuhnya, maka tentu orang tersebut boleh atau justru wajib membela diri. Peristiwa kedatangan malaikat yang belum diketahui bahwa ia malaikat, pernah terjadi pada Nabi Luth as yang tidak mengetahui ada orang laki-laki datang, kemudian diberitahu oleh orang tersebut bahwa dia adalah malaikat[4].
Andaikata Malaikat tersebut tidak diizinkan untuk mengambil nyawa Nabi Musa as, tetapi Musa as memintanya penundaan kepadanya, lalu ia tidak menjawab, kemudian terjadilah kejadian yang tidak diinginkan, maka boleh jadi Nabi Musa as tidak bermaksud membikin matanya keluar[5]. Dalam Al-Quran dijumpai peristiwa yang hampir sama, yakni Nabi Musa as membunuh orang Qibty sebagaimana yang dikisahkan dalam Surat al-Qashash:
وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15) قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16)
“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
“Musa mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku." Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[6].
Dalam ayat tersebut, Nabi Musa as menyesal atas kematian orang itu disebabkan pukulannya, karena dia sebenarnya tidak bermaksud untuk membunuhnya, tetapi hanya senata-mata membela kaumnya. Maksudnya hanyalah ingin membalaskan Bani Israil dari pengikut Fir’aun. Selanjutnya Musa as memohon ampun kepada Allah swt, dan Allah mengabulkan permohonan Musa as.
Kedua, secara anatomis, malaikat memang tidak memilki kontruksi fisik seperti manusia. Namun dalam beberapa riwayat malaikat dapat berubah wujud dalam bentuk manusia. Bahkan AL-Qur’anpun merefleksikan penjelasan ini, misalnya malaikat Jibril as datang ke Nabi saw di gua khira’ saat wahyu pertama turun sebagaimana malaikat datang ke Nabi Ibrahim as dan Nabi Luth menyamar sebagai tamu yang berwujud manusia sempurna. Hal ini sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan umat Islam yang tidak dapat dipungkiri dan bukan menjadi sesuatu yang Musykil[7].
Ketiga, kalimat Tanya (istifham) yang terdapat dalam hadis nabi saw tidak dapat disimpulkan dengan “ketidaktahuan atau keraguan Nabi Musa as akan datangnya kematian”, sehingga bertanya tsumma mah/madza? (kemudian setelah itu bagaimana?). Istifham dalam bahasa Arab memilki jenis yang beraneka ragam, dan tidak harus dibarengi dengan ketidaktahuan atau keraguan tentang apa yang dinyatakan. Al-Qur’an juga menggunakan beberapa jenis istifham tanpa adanya keraguan seperti firman Allah” هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ ( sudah datangkah kepadamu berita tentang hari pembalasan?). Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah (yang bertanya) sudah mengetahui, bahkan Maha Mengetahui hal-ihwal yang dinyatakan, tetapi Allah menggunakan istifham untuk bertanya kepada Nabi saw. Hal yang sama juga digunakan oleh al-Qur’an ketika Allah menanyakan kepada Isa as:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?[8]. yang Dari pola istifham ini tidak berarti Allah tidak mengetahui keadaan.
Dalam hadis Nabi saw  juga banyak dijumpai pola istifham tersebut, yang dapat dipahami dari teks dan konteks isi pertanyaan, seperti hadis tentang pertanyaan malaikat kepada Nabi saw tentang iman, islam, dan ihsan, padahal maliakat sudah mengetahui jawaban terhadap apa yang dinyatakan. Demikian pula dengan ucapan Nabi Musa as yang bertanya “tsumma mah yang pada hakikatnya Nabi Musa as bukannya tidak mengetahui dan ragu terhadap apa yang dinyatakan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hadis Nabi saw tentang Nabi Musa as memukul malaikat maut tidak mengandung ke-Musykil-an, dan tidak bertentangan dengan nalar atau logika manusia, serta sesuai dengan ajaran agama Islam. Bahkan hadis ini dicantumkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, yang diakui dan disepakati kedudukannya oleh ulama sebagai ashahh al-kutub ba’da al-Qur’an.
B.     Hadis tentang Nabi Musa Mandi Telanjang Di Depan Umum
            Menurut hukum Islam, hukum mandi dalam keadaan telanjang di tempat menyendiri yang tidak diketahui orang diperbolehkan. Namun, apabila dilkukan di depan umum atau secara kelompok adalah haram. Hal ini banyak disebut dalam beberapa kitab fiqh. Salah satu dasar yang disebut dan dijadikan dalil untuk mengharamkan atau membolehkan mandi dalam keadaan tersebut adalah hadis Nabi Musa as. Dalam hadis tersebut nabi Musa as mandi menyendiri di tempat terbuka, sehingga masik kemungkinan untuk dapat dilihat orang. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari[9], Imam Muslim[10] dan Ahmad bin Hanbal[11]. Salah satu bunyi redaksi hadis tersebut adalah sebagai berikut:
صحيح مسلم - (ج 1 / ص 183)
796 - وَحَدَّثَني مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ يَغْتَسِلُونَ عُرَاةً يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى سَوْأَةِ بَعْضٍ وَكَانَ مُوسَى - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - يَغْتَسِلُ وَحْدَهُ فَقَالُوا وَاللَّهِ مَا يَمْنَعُ مُوسَى أَنْ يَغْتَسِلَ مَعَنَا إِلاَّ أَنَّهُ آدَرُ - قَالَ - فَذَهَبَ مَرَّةً يَغْتَسِلُ فَوَضَعَ ثَوْبَهُ عَلَى حَجَرٍ فَفَرَّ الْحَجَرُ بِثَوْبِهِ - قَالَ - فَجَمَحَ مُوسَى بِإِثْرِهِ يَقُولُ ثَوْبِى حَجَرُ ثَوْبِى حَجَرُ. حَتَّى نَظَرَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ إِلَى سَوْأَةِ مُوسَى قَالُوا وَاللَّهِ مَا بِمُوسَى مِنْ بَأْسٍ . فَقَامَ الْحَجَرُ حَتَّى نُظِرَ إِلَيْهِ - قَالَ - فَأَخَذَ ثَوْبَهُ فَطَفِقَ بِالْحَجَرِ ضَرْبًا »
Muhammad bin Rafi’menceritakan kepada saya (berkata), Abd al-Razzaq menceritakan kepada kami (berkata), Ma’mar memberitahukan kepada kami (yang diperoleh) dari Hammam bin Munabbih yang berkata :”Ini adalah cerita yang dituturkan oleh Abu Hurairah kepada kami (yang diperoleh) dari Rosulullah saw, kemudian dia menyebut hadis-hadis antara lain, Rasulullah saw bersabda:”Bani Israil (kalau) mandi (bersama-sama) dalam keadaan telanjang, (sehingga) sebagian mereka dapat melihat aurat yang lain. Namun,  Musa as mandi (selalu) menyendiri, (akhirnya) kemudian mereka berkata :”Demi Allah, Musa tidak mau mandi bersama kami karena ia memilki dua buah dzakar yang besar. Nabi saw (meneruskan) berkata: “Suatu ketika, Musa pergi mandi dan meletakkan pakaiannya di atas batu, lalu bergeraklah batu itu membawa pakaiannya, Nabi saw (masih bercerita) berkata: “Musa mengejar batu yang membawa pakaiannya seraya berteriak ”Wahai batu, pakaian saya…pakaian saya!!,(Batu terus bergerak) sampai kemudian (akhirnya) Bani Israil melihat kemaluannya. Mereka (setelah melihat itu) berkata:”Musa (ternyata) tidak memiliki persoalan (dengan kemaluannya)”. Kemudian batu berhenti hingga Musa dapat mengambil pakaiannya, lalu Musa memukul batu tersebut.      
Meskipun hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, Namun dari segi matan dinilai musykil oleh beberapa kalangan yang ingin mendistorsi kualitas hadis, karena tidak sejalan dan selaras dengan nalar atau logika manusia. Bagaimana mungkin seorang Nabi Musa as mandi di ruang terbuka dengan tanpa mengenakan sehelai pakaipun, sehingga terlihat kemaluannya di hadapan umum? Selain itu, bagaimana mungkin sebuah batu dapat berjalan atau bergerak dengan sendirinya? Hal tersebut adalah aneh dan sulit diterima akal manusia.
Ke-musykilan hadis dapat dihindari dengan memahami kandungan isi hadis tersebut melalui pendekatan historis. Selain al-Qurán, hadis Nabi saw juga menjadi sumber sejarah Islam. Dalam banyak hadis Nabi saw ditemukan keterangan atau informasi sejarah para Nabi saw serta segala sesuatu yang terjadi pada zaman mereka. Karenanya, apabila terdapat sebuah hadis yang berisi informasi tersebut, maka akan lebih tepat dipahami dengan melihat dimensi kesejarahan. Oleh sebab itu, pendekatan sejarah menjadi penting untuk digunakan memahami hadis Nabi saw, terutama hadis yang terkait dengan informasi kesejarahan umat terdahulu. Maksud dari pendekatan historis dalam memahami hadis adalah memahami hadis Nabi saw dengan menjelaskan dan menganalisis unsur-unsur sejarah yang terdapat di dalamnya meliputi: waktu, tempat, kejadian/peristiwa, pelaku sejarah, relevansi dunia yang sudah lewat (ghaib) dengan dunia sekarang (nyata).
Dalam konteks hadis tersebut, waktu kejadiannya adalah pada masa periode Nabi Musa as, namun kapan persisnya tidak disebut secara jelas oleh hadis Nabi saw. Selain karena tenggang waktu antara periode Nabi saw dengan periode Nabi Musa as sangat jauh dan sulit dipastikan, tujuan dari disabdakannya hadis Nabi saw bukanlah penyampaian dimensi waktu, tetapi informasi dimensi kejadian dan actor sejarah yang lebih diutamakan. Pada umumnya, hadis Nabi saw menampilkan siapa dan apa yang dilakukan lebih diprioritaskan daripada kapan dan dimana peristiwa itu terjadi.
Adapun dimensi tempat kejadian Nabi Musa as mandi, hadis Nabi saw juga tidak menyatakan secara tegas. Namun dari kisah yang disabdakan nabi saw, besar kemungkinannya terjadi di tempat terbuka umum[12], karena ada kata “batu”yang di batu itu Musa meletakkan pakaian sebagaimana yang disebut dalam hadis. Tempat mandi yang biasanya terdapat batu adalah sumber mata air.
            Mandi dalam keadaan telanjang dan dilakukan secara berbarengan, bahkan di tempat terbuka sekalipun untuk konteks zaman Musa as merupakan hal yang biasa dan diperbolehkan dalam syariat Nabi Musa as. Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal menberikan informasi sebagai berikut :
 حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا حسين بن محمد في تفسير شيبان عن قتادة قال حدث الحسن عن أبي هريرة ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ان بني إسرائيل كانوا يغتسلون عراة وكان نبي الله موسى عليه السلام منه الحياء والستر وكان يستتر إذا اغتسل……(الحديث) فطعنوا فيه بعورة قال فبينما نبي الله موسى عليه السلام يغتسل يوما وضع ثيابه على صخرة فانطلقت الصخرة بثيابه فاتبعها نبي الله ضربا بعصاه وهو يقول ثوبي يا حجر ثوبي يا حجر حتى انتهى به إلى ملأ من بني إسرائيل وتوسطهم فقامت وأخذ نبي الله ثيابه فنظروا فإذا أحسن الناس خلقا وأعدلهم صورة فقالت بنو إسرائيل قاتل الله أفاكي بني إسرائيل فكانت براءته التي برأه الله عز و جل بها.
Dari Abu Hurairah ra (berkata) bahwa Rasulullah saw bersabda sesunguhnya (kaum) Bani Israil mandi dalam keadaan telanjang, sementara Nabi Allah Musa as malu menutupi diri, dan ketika mandi, ia berlindung di balik tabir[13],,”
            Dari hadis ini dapat diketahui bahwa hukum mandi pada zaman Nabi Musa as dengan bertelanjang dan dilakukan di terbuka tidak dilarang menurut syariat Musa as. Hanya saja, Nabi Musa as merasa malu dan selalu menggunakan penutup agar auratnya tidak dilihat orang lain. Sedangkan dalam syari’at Nabi Muhammad saw, mandi dalam keadaan telanjang, sehingga ada kemungkinan orang lain dapat melihatnya, hal ini tidak diperbolehkan. Nabi saw juga pernah melihat seseorang mandi tanpa mengenakan  sarung (pakaian), lalu beliau naik mimbar dan bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah pemalu dan suka menutupi, Dia menyukai orang yang memilki rasa malu dan menutupi diri.”[14]
Dengan demikian, hadis Nabi saw tentang Nabi Musa as mandi ntelanjang di depan Umum tersebut memberikan titik tekan kepada sejarah mandinya Nabi Musa as dan kaumnya, untuk dijadikan pengetahuan kepada sahabat Nabi saw dan umatnya terhadap adanya ketersinambungan syari’at, khusunya mandi. Apa yang dicontohkan Nabi Musa as tersebut dilestarikan dalam syari’at Nabi Muhammad saw. Sedangkan tradisi mandi telanjang bersama di tempat terbuka yang memungkinkan saling melihat aurat yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh kaum bani Isra’il tersebut, tidak dilestarikan dan diganti dengan aturan (syir’ah) baru dalam syari’at Nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu, hadis Nabi saw ini tidak musykil dari perspektif nalar dan logika manusia apabila dikaji dari pendekatan sejarah hukum.
Mengenai ke-Musykil-an batu yang dapat bergerak membawa pakaian Nabi Musa as, dalam perspektif teologi, maka hal tersebut termasuk dalam kekuasaan Allah swt untuk memproteksi dan membersihkan hamba-Nya dari tuduhan dan cemoohan kaumnya. Bentuk perlindungan Allah terhadap hambanya dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagaimana yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis tersebut. Cara Allah menjadikan batu dapat bergerak sendiri adalah cara yang boleh jadi terbaik bagi perlindungan terhadap Nabi Musa as dari tuduhan tersebut. Para pensyarah hadis umumnya mengkaitkan peristiwa bergeraknya batu sebagai sebuah Mu’jizat Nabi Musa as. Hal ini dimaksudkan agar kaum yang menuduh Nabi Musa as ditunjukkan kekeliruannya melalui cara penglihatan secara langsung. Sebenarnya sangatlah mudah bagi Nabi Musa as untuk langsung membantah tuduhan tersebut dengan menunjukkan auratnya yang dituduh memiliki kecacatan adar[15] kepada kaumnya tanpa harus melalui cara “ketidaksengajaan yang diskenario Tuhan”tersebut. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Nabi Musa as, karena ia dikenal pemalu dan suka menutup dari serta boleh jadi ia seorang penyabar dan tidak memperdulikan tuduhan yang tidak benar terhadapnya. Yang manarik untuk ditelaah dari aspek etika adalah kesabaran Nabi Musa ketabahan untuk tidak merespon tuduhan kaumnya yang tidak benar.
Bertolak dari pemahaman tersebut dapat diketahui bahwa hadis tentang Nabi Musa as mandi telanjang di depan umum tidak mengandung ke-musykilan-an dari perspektif nalar atau logika manusia.

Hadis Tentang Cengkeraman Haid Terhadap Perempuan-perempuan Bani Israil
 أخبرنا عبد الرزاق ، نا معمر ، عن هشام بن عروة ، عن أبيه ، عن عائشة ، قالت : كن نساء بني إسرائيل يتخذن أرجلا من خشب يشرفن بها على الرجال في المساجد فحرم عليهن المساجد وسلطت عليهن الحيضة .
Dari Aisyah ra. Berkata: “Dulu perempuan-perempuan Bani Israil menggunakan kaki-kaki dari kayu untuk melihat laki-laki di dalam masjid, maka Allah mengharamkan masjid untuk mereka, dan mendatangkan haidl atas mereka[16].
Riwayat dari Aisyah ini termasuk riwayat yang tidak bisa dinalar dengan akal, oleh karenanya riwayat semacam ini disebut juga dengan riwayat: mempunyai hukum marfu’, seperti yang dikatakan oleh Ibn Hajar.
Dhahir hadis ini menyatakan bahwa perempuan-perempuan Bani Israil dihukum dengan haidl atas perlakuan mereka itu. Hal ini tidak sesuai dengan akal, karena haidl adalah sesuatu yang dikodratkan atas semua wanita, dan tidak ada hubungannya dengan hukuman. Ketika Aisyah pergi bersama Nabi untuk haji wada’, ketika sampai di tengah jalan Aisyah berhaidl. Nabi menjenguknya sedangkan ia menangis. Kemudian Nabi saw. Bersabda : “Apakah engkau sedang haidl?. Aisyah menjawab:”Ya. “Nabi bersabda : “Sesungguhnya haidl adalah sesuatu yang dikodratkan Allah atas anak-anak perempuan Adam, maka lakukanlah apa yang dilakukan orang haji, tetapi jangan tawaf di Bait al-Haram sampai kamu mandi[17]. Umm salamah juga menceritakan, bahwa ia bersama Rasulullah dalam satu selimut, kemudian ia menemukan haidl padanya, ia keluar dari selimut. Rasul bersabda : “Apakah engkau berhaidl? “Ia berkata : “Saya menemukan haid. “kemudian Rosul bersabda : “Hal itu adalah kodrat Allah bagi anak-anak perempuan Adam.[18]
Hadis tentang Galaksi
الموضوعات لابن الجوزي - (1 / )142(
 أنبأنا عبد الوهاب بن المبارك الحافظ قال أنبأنا محمد بن المظفر قال أنبأنا أبو الحسن الصيفي قال حدثنا يوسف بن الدخيل قال حدثنا أبو جعفر العقيلى قال حدثنا حجاج بن عمران قال حدثنا سليمان بن داود قال حدثنا هشام بن يوسف قال حدثنا أبو بكر بن عبيدالله بن أبى سبرة عن عمرو بن أبى عمرو عن الوليد عن عبدالاعلى بن حكيم عن معاذ بن جبل قال : " لما بعثنى رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى اليمن ، قال : إنك تأتى قوما أهل كتاب فإن سألوك عن المجرة فأخبرهم أنها من عرق الافعى التى تحت العرش "[19]
Ibn al-Jauzi meriwayatkan dalam kitab al-Maudhu’at halaman 142 dari Muadz ibn Jabal, sesungguhnya Nabi saw. Ketika mengutusnya ke Yaman bersabda kepadanya: “Engkau mendatangi kaum Ahli Kitab, maka jika mereka bertanya kepadamu tentang galaksi, maka katakanlah bahwa ia berasal dari keringat ular yang berada di bawah Arasy.”
Keberadaan galaksi berasal dari keringat ular, dan ular tersebut berada di bawah Arasy itu semua tidak dibenarkan akal. Ibn al-Qayyim juga menghukumi batil hadis ini, dan berdalil bahwa itu bukan dari sabda Rasulullah.[20]
Hadis Tentang Hal-hal yang menyebabkan Lupa.

Ibn al-Jauzi meriwayatkan dalam kitab al-Maudhu’at dari Aisyah, bahwa Nabi saw. Bersabda: “Enam perkara menyebabkan lupa yaitu sisa makanan tikus, membuang kutu dalam keadaan hidup, kencing di air yang berhenti, mengunyah permen karet, memakan apel….[21]
Dan tidak benar perkara-perkara ini ada hubungannya dengan penyebab lupa. Amat jauh antara lupa dan membuang kutu, atau mengunyah permen karet, atau memakan apel. Ini semua cukup untuk menghukumi batil riwayat ini.


[1]   Al-Bukhari, shahih al-Bukhari, kitab al-Janaiz, Bab Man Ahabb al-Dafna fi al-Ardh al-Muqaddasah, Hadis Nomor 1274, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), juz I, hlm.449.
[2]   Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, kitab al-Fadhail, Bab, Min Fadhail Musa Alaih al-Salam, Hadis Nomor 2372 (Birut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,t.t.), Juz IV, hlm. 1843.
[3]  Ibid.
[4]   Q.S, Hud (11): 71-81
[5]   ‘Abdulláh bin ‘Ali al-Najdi al-Qoshimi, Musykilat al-Ahadits al- Nabawiyyah wa Bayanuna (Libanon : Dar al-Qalam, 1985), hlm. 106-107.
[6]  Q.S. al-Qashash (28) : 15-16.
[7]   Op.cit. ‘Abdulláh bin ‘Ali al-Najdi al-Qoshimi, hlm. 107.
[8]   Q.S. al-Maidah : 116.
[9]  Al-Bukhari, Shahih..,Kitab al-Gusl, Bab Man Ightasal Uryanan Wahdah fi al-Khalwah, Hadis Nomor 274, Juz I, hlm. 107.
[10]   Muslim bin Hajjaj, Shahih…, Kitab al-Fadhail, Bab, Min Fadhail Musa Alaihi al-Salam, Hadis Nomor 339, Juz IV, hlm.1841.
[11]   Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Baqi Musnad al-Muktsirin, Musnad Abi Hurairah, Hadis Nomor 8153 (Mesir: Muássasah Qurthubah, t.t.) Juz II, hlm, 315.
[12]  Riwayat lain menyebut di temapat muwaih yang diartikan oleh sebagian terbesar dari riwayat yang ada dengan masyarabah yaitu tempat sumber air minum (khufrah fi ashl al-nakhlah yujma’ al-mafiha lisaqyiha/ kawa didasar pohon korma yang mana air terkumpul di situ untuk diminum). Lihat Imam Nawawi, Syarh al-Nawawi ala shahih Muslim (Beirut:Dar Ihya al-Turats al-A’rabi, 1392 H), Juz XVI, hlm. 127.
[13]    Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Maktabah Syamila, Juz II, hlm, 392, Musnad Abi Hurairah, Hadis Nomor 9080,  Juz II, hlm 315.
[14]   Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, kitab al-Hammam, Bab al-Nahyi ’an al-Ta’arri, Hadis Nomor 4012 (Beirut : Dar al-Fikr, t,t.) , Juz IV, hlm. 39.
[15]   Kata adar menurut ahli bahasa diartikan dengan عظيم الخصيتين adlim al-khushyatain (dua buah zakar yang sangat besar). Lihat Imam Nawawi, syarh Nawawi, Juz XVI, hlm. 126.
[16]   HR. Abdur Razzaq, dari Aisyah secara mauquf, dengan sanad yang shahih.(Lihat Fath al-Bari), Lihat Musnad Ishaq bi Rohawih, Maktabah Syamilah, 78/2
[17]   Lihat Shahih Muslim: 8/146-159, Sunan an-Nasaí : 1/ 180.
[18]   Lihat Sunan Ibn Majah: no. 637.
[19]   Referensi lengkap dari kitab al-Maudhuat karya Ibnu al-Jauzi seperti di bawah ini :
 الموضوعات لابن الجوزي - (1 / 142)
صفحة 142 / النبي صلى الله عليه وسلم أن يبعثنى أراه قال إلى اليمن قال إنهم سائلوك عن المجرة فإذا سألوك فقل إنها من عرق الافعى التى تحت العرش " فأنكره أشد الانكار وقال لم يسمع هشام من أبى بكر بن مريم . أنبأنا عبد الوهاب بن المبارك الحافظ قال أنبأنا محمد بن المظفر قال أنبأنا أبو الحسن الصيفي قال حدثنا يوسف بن الدخيل قال حدثنا أبو جعفر العقيلى قال حدثنا حجاج بن عمران قال حدثنا سليمان بن داود قال حدثنا هشام بن يوسف قال حدثنا أبو بكر بن عبيدالله بن أبى سبرة عن عمرو بن أبى عمرو عن الوليد عن عبدالاعلى بن حكيم عن معاذ بن جبل قال : " لما بعثنى رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى اليمن ، قال : إنك تأتى قوما أهل كتاب فإن سألوك عن المجرة فأخبرهم أنها من عرق الافعى التى تحت العرش " . قال العقيلى : وحدثنا أبوالزنباع روح بن الفرج وأنبأنا ابن خيرون قال حدثنا ابن مسعدة قال أنبأنا حمزة بن يوسف قال أنبأنا أبو أحمد بن محمد بن زنجويه قال حدثنا روح بن الفرج قال حدثنا إبراهيم بن مخلد قال حدثنا الفضل بن مختار عن محمد بن مسلم الطائفي عن ابن أبى نجيح عن مجاهد عن جابر بن عبدالله قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : " يا معاذ إنى مرسلك إلى قوم أهل كتاب فإذا سئلت عن المجرة التى في السماء فقل هي لعاب حية تحت العرش " . هذا حديث لا يصح ، وسليمان بن داود هو الشاذكونى . قال يحيى : ليس بشئ . وأما أبو بكر بن أبى سبرة فقال أحمد كان يضع الحديث ويكذب ، وقال النسائي والعقيلي متروك الحديث ، وقد ذكرناه في رواية عن أبى بكر بن أبى مريم ، فإما أن يكون غلطا من الرواة أو تخليطا من الشاذكونى . وابن أبى مريم قال فيه يحيى بن معين ليس بشئ ، قال وعمرو ابن أبى عمرو لا يحتج بحديثه .  
[20]  Imam Syamsu ad-Din Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakar al-Hanbali ad-Dimsyiqii yang dikenal dengan Ibnu Qayyim al-Jauzi, Al-Mannar al-Munif  fi as-Shahih wa al-Dhaif, Maktabah syamilah, hlm.23. Adapun referensinya seperti dibawah ini :
المنار والمنيف في الصحيح والضعيف لشمس الدين الدمشقي - (1 / 23
ومنها 6 أن يكون الحديث باطلا في نفسه فيدل بطلانه على أنه ليس من كلام الرسول
84 كحديث المجرة التي في السماء من عرق الأفعى التي تحت العرش
. [21]  Ibid, dan al-Maqashid al-Halsanah, no. 1242. Syekh Abdullah Ibn as-Shiddiq dalam catatan kakinya menyebutkan bahwa al-Damiri menghukumi shahih isnad ini dalam kitabnya Hayat al-Hayawan, dan disalahkan oleh Ibn ash-Shidiq.       
Previous
Next Post »

1 comments:

Click here for comments
Unknown
admin
19 September 2016 pukul 23.55 ×

Luar biasa! Penjelasan anda sangat memuaskan. Hadis juga perlu ditilik dari segi sejarahnya. Adat budaya seringkali membuat kita tidak objektif memandang sesuatu dan seringkali membuat penghakiman bahwa itu salah. Hadis sahih yang janggal tidak perlu didiskreditkan dengan cara jalan pintas untuk menjelaskannya yakni dengan menurunkan hadisnya. Toh kalau hadis nabi melulu harus sesuai dengan nalar, akal, logika, budaya kita??? buat apa cari tahu pesan-pesan rasulullah kalau terus di 'sesuaikan'? Sama aja kaya orang barat yang melakukan penyesuaian ajaran kristen menurut kemauan dan nafsu mereka. Terimalah hukum dan ajaran Allah dan nabi dengan apa adanya. Saya terus terang sangat kagum dengan artikel anda ini. Kunjungi juga blog saya jika berkenan. Ini cuman soal fiksi :D www.bektg.com dan www.comefart.blogspot.co.id utk karya seni saya.

Congrats bro Unknown you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar