Hosting Unlimited Indonesia

Metode Induktif


METODE INDUKTIF DALAM MEMAHAMI HADIS
I.                   PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak kita temukan sebagian orang yang salah dalam memahami hadis, sebagian orang memandang bahwa dalam memahami hadis cukup dengan memahami matan hadis itu sendiri tanpa melihat keadaan sanadnya. Sebagian pula ada yang berpendapat bahwa dalam memahami hadis cukup meneliti sanadnya saja tanpa melihat bagaimana matan hadis tersebut. Kedua hal tersebut adalah sesuatu yang salah dalam memahami hadis.


Di samping itu, ada pula kesalahan yang cukup fatal jika kita lakukan, yaitu memahami matan hadis secara separuh-separuh artinya hanya puas dengan satu atau dua hadis saja tanpa melihat hadis-hadis lain yang mempunyai tema yang sama dengan hadis tersebut. Sebenarnya dalam memahami sebuah hadis, ada beberapa metode yang bisa kita gunakan yang di antaranya adalah metode induktif.
Metode induktif ini adalah metode yang perlu kita gunakan dalam memahami hadis secara utuh, dengan meneliti seluruh hadis yang satu tema. Namun sebelum itu, harus dipastikan terlebih dahulu apakah hadis tersebut sudah shahih dari segi sanad atau belum. Jika belum bisa dikatagorikan sebagai hadis yang shahih secara sanad maka tidak usah diteliti matannya. Namun jika hadis tersebut sudah bisa dipastikan shahih dari segi sanad, maka kita menelitinya secara matan.
Jadi secara tidak langsung metode induktif ini hampir sama dengan metode maudhu’i dalam menafsirkan al-Qur’an yang dipopulerkan oleh al-Farmawi serta hampir sama dengan Ijtihad Istiqa’i dalam Ushul Fiqh seperti yang pernah dipopulerkan oleh al-Syatibi.
Namun seperti apakah aplikasi dari metode induktif tersebut? Sebagian orang masih merasa kesulitan untuk menggunakannya. Oleh karena itu, dalam makalah ini, akan dibahas mengenai contoh atau aplikasi dari metode induktif ini.

II. PEMBAHASAN
Metode induktif dalam ilmu hadis adalah metode yang dilakukan dengan cara mengkaji hadis, sebagai data yang dibentang bersama hadis-hadis lain yang satu tema agar “berbicara sendiri-sendiri” yang selanjutnya ditarik kesimpulan umum. Cara ini dapat mengantarkan kita untuk mendapatkan faliditas sebuah hadis. Bisa jadi sampai kepada kesimpulan, ternyata hadis yang dicermati tidak falid, kemudian ditinggalkan. Dan bisa jadi kesimpulan hadis itu falid, sehingga ia dijadikan sebagai teori untuk dikembangkan.[1] Namun sebelum meneliti matan hadis yang akan dikumpulkan, harus dipastikan terlebih dahulu harus dipastikan bahwa hadis tersebut adalah hadis shahih dari segi sanadnya.
Sebagai contoh, adalah hadis yang berkenaan dengan larangan mengenakan sarung sampai di bawah mata kaki, yang mengandung ancaman cukup keras terhadap pelakunya. Hadis tersebut dijadikan sandaran oleh sejumlah pemuda yang mengkritik terhadap siapa saja yang tidak memendekkan sarung atau baju gamisnya hingga di atas mata kaki.
Hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzar r.a., yaitu :

وحدثنى أبو بكر بن خلاد الباهلى حدثنا يحيى - وهو القطان - حدثنا سفيان حدثنا سليمان الأعمش عن سليمان بن مسهر عن خرشة بن الحر عن أبى ذر عن النبى -صلى الله عليه وسلم- قال « ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة المنان الذى لا يعطى شيئا إلا منه والمنفق سلعته بالحلف الفاجر والمسبل إزاره » (رواه مسلم )[2]
Artinya : Dan Abu Bakar Ibn Khallad al-Bahili bercerita kepadaku, Yahya yaitu al-Qatthan bercerita kepada kami, Sufyan bercerita kepada kami, Sulaiman al-A’masy bercerita kepada kita, dari Sulaiman Ibn Mushir, dari Kharsyah al-Hurr dari Abi Dzar dari Nabi, Nabi bersabda : “Tiga orang yang kelak pada hari kiamat tidak akan diajak bicara oleh Allah: 1) pemberi yang selalu mengungkit-ngungkit pemberiannya; 2) pedagang yang berusaha melariskan barang dagangannya dengan mengucapkan sumpah-sumpah bohong; dan 3) seorang yang membiarkan sarungnya  terjulur sampai di bawah kedua mata kakinya”. H.R. Muslim.
Di samping itu, al-Nasa’i dengan dua redaksi yang sedikit berbeda meriwayatkan pula dari Abu Dzar r.a., yaitu :
أخبرنا عمرو بن علي قال حدثنا يحيى قال حدثنا سفيان قال حدثني سليمان الأعمش عن سليمان بن مسهر عن خرشة بن الحر عن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثلاثة لا ينظر الله إليهم يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم الذي لا يعطي شيئا إلا منه والمسبل إزاره والمنفق سلعته بالكذب (رواه النسائ )[3]
Artinya : Amr bin Ali memberitakan kepada kami, dia berkata, Yahya bercerita kepada kami, dia berkata, Sufyan bercerita kepada kami, dia berkata, Sulaiman Al-A’masy bercerita kepadaku, dari Sulaiman bin Mushir, dari Kharsyah bin al-Hurr, dari Abu Dzar, dari Nabi Saw. Nabi bersabda : Tiga orang yang kelak pada hari kiamat tidak tidak akan dilihat oleh Allah, tidak akan disucikan serta mendapat siksa yang pedih : 1) pemberi yang selalu mengungkit-ngungkit pemberiannya; 2) seorang yang membiarkan sarungnya  terjulur sampai di bawah kedua mata kakinya dan 3) pedagang yang berusaha melariskan barang dagangannya dengan mengucapkan perkataan bohong;”. H.R. al-Nasa’i.
أخبرنا بشر بن خالد قال حدثنا غندر عن شعبة قال سمعت سليمان - وهو الأعمش - عن سليمان بن مسهر عن خرشة بن الحر عن أبى ذر قال قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « ثلاثة لا يكلمهم الله عز وجل يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المنان بما أعطى والمسبل إزاره والمنفق سلعته بالحلف الكاذب » (رواه النسائ )[4]
            Bisyr bin Khalid bercerita kepada kami, dia berkata, Ghundar bercerita kepada kami dari Syu’bah, dia berkata, aku mendengar Sulaiman yaitu al-A’masy, dari Sulaiman Bin Mushir, dari Kharsyah bin al-Hurr, dari Abu Dzar, dia berkata, Rasulullah bersabda Tiga orang yang kelak pada hari kiamat tidak tidak akan dilihat oleh Allah, tidak akan disucikan serta mendapat siksa yang pedih : 1) pemberi yang selalu mengungkit-ngungkit pemberiannya; 2) seorang yang membiarkan sarungnya  terjulur sampai di bawah kedua mata kakinya dan 3) pedagang yang berusaha melariskan barang dagangannya dengan mengucapkan perkataan bohong;” H.R. al-Nasa’i.
            Ahmad juga meriwayatkan hadis di atas dari jalur Muhammad bin Ja’far.[5] Jadi dari beberapa hadis di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa orang yang memanjangkan sarungnya sampai di bawah mata kaki akan mendapat siksa pada hari kiamat. Namun setelah meneliti beberapa hadis yang satu tema dengan hadis di atas, dapat penulis simpulkan bahwa hadis tersebut tidak berlaku secara umum akan tetapi hanya berlaku bagi orang yang sombong saja.
            Keterangan tersebut bisa dilihat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah Bin Umar, yaitu:
حدثنا أحمد بن يونس حدثنا زهير حدثنا موسى بن عقبة عن سالم بن عبد الله عن أبيه رضى الله عنه عن النبى صلى الله عليه وسلم قال « من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة » . قال أبو بكر يا رسول الله إن أحد شقى إزارى يسترخى ، إلا أن أتعاهد ذلك منه . فقال النبى - صلى الله عليه وسلم - « لست ممن يصنعه خيلاء » (رواه البخاري)[6]
Artinya : Ahmad bin Yunus bercerita kepada kami, Zuhair bercerita kepada kami, Musa bin Uqbah bercerita kepada kami, dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya r.a. dari Nabi Saw. Nabi bersabda : Barang siapa menyeret sarungnya (yakni menjulurkannya sampai menyentuh atau hampir menyentuh tanah) karena sombong, maka Allah tidak akan memandang kepadanya, pada hari kiamat. Abu Bakar berkata kepada beliau : “Ya Rasulullah, salah satu sisi sarungku selalu terjulur ke bawah, tetapi aku sering-sering membetulkan letaknya”?. Nabi SAW. berkata kepadanya “Engkau tidak termasuk orang-orang yang melakukannya karena kesombongan. H.R. Bukhari.
Matan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur Sulaiman Bin Daud al-Hasyimi.[7] Dari hadis ini, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah mengecualikan Abu Bakar dari kelompok orang yang akan mendapat siksa dari Allah walaupun sarungnya sering menjulur ke bawah, karena Abu Bakar bukanlah orang yang melakukannya karena kesombongan.
Dalam hadis yang lain, Al-Bukhari juga meriwayatkan dalam bab yang sama, dari Abu Bakrah, Yaitu:
حدثنى محمد أخبرنا عبد الأعلى عن يونس عن الحسن عن أبى بكرة رضى الله عنه قال خسفت الشمس ونحن عند النبى صلى الله عليه وسلم فقام يجر ثوبه مستعجلا ، حتى أتى المسجد وثاب الناس فصلى ركعتين ، فجلى عنها ، ثم أقبل علينا  وقال « إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله ، فإذا رأيتم منها شيئا فصلوا وادعوا الله حتى يكشفها » (رواه البخاري وأحمد )[8]
Artinya : Muhammad bercerita kepadaku, Abd al-A’la bercerita kepada kami, dari Yunus, dari al-Hasan, dari Abu Bakrah r.a. dia berkata “kami bersam Rasulullah ketika terjadi gerhana matahari, Nabi berdiri sambil berjalan dan menyeret sarungnya karena tergesa-gesa, hingga sampailah Nabi di masjid dan orang-orang sudah kembali, lalu Nabi shalat dua raka’at hingga hilanglah gerhana itu”. Kemudian Nabi menghadap kepada kami, seraya bersabda “sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, maka apabila kalian melihat sesuatu darinya, shalat dan berdoalah kepad Allah sampai Allah menghilangkannya.H.R. Bukhari dan Ahmad.
Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah ketika terjadi gerhana matahari, Beliau berdiri lalu berjalan menuju masjid sambil menyeret sarungnya karena tergesa-gesa. jadi Rasulullahpun pernah menjulurkan sarungnya hingga ke bawah mata kaki namun Beliau tidak melakukannya karena kesombongan.
            Di samping itu, Muslim dan Ahmad juga telah meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah yang bersumber dari Ibn Umar, yaitu:
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ مُسْلِمَ بْنَ يَنَّاقَ يُحَدِّثُ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً يَجُرُّ إِزَارَهُ فَقَالَ مِمَّنْ أَنْتَ فَانْتَسَبَ لَهُ فَإِذَا رَجُلٌ مِنْ بَنِى لَيْثٍ فَعَرَفَهُ ابْنُ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِأُذُنَىَّ هَاتَيْنِ يَقُولُ « مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ لاَ يُرِيدُ بِذَلِكَ إِلاَّ الْمَخِيلَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ » (رواه مسلم و أحمد)[9]
Artinya: Muhammad bin Al-Mutsanna bercerita kepada kami,  Muhammad bin Ja’far bercerita kepada kami, Syu’bah bercerita kepada kami, dia berkata, aku mendegar Mulim bin Yannaq menceritakan dari Ibn Umar, bahwa dia melihat seorang laki-laki yang mengulurkan sarungnya, lalu ia bertanya “ dari mana engkau?”, lalu laki-laki itu menyebutkan asal keturunannya, dan ternyata laki-laki itu dari Bani Lais, lalu tahulah Ibn Umar, lalu ia berkata, aku mendengar dengan kedua telingaku ini bahwa Rasulullah Saw. Bersabda “ Barang siapa menyeret sarungnya, tidak ada maksudnya selain untuk membanggakan diri, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat.H.R. Muslim dan Ahmad.
Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis dengan redaksi yang berbeda dari Abu Hurairah, yaitu:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا » (رواه البخاري)[10]
Artinya : Abdullah bin Yusuf bercerita kepada kami, Mali bercerita kepada kami, dari Abu al-Zinad, dari, al-A’raj, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. Bersabda : Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan sarungnya dengan sombong pada hari kiamat. H. R. Al-Bukhari.
Matan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dari jalur yang berbeda.[11] Dari kedua hadis di atas sangat gamblang sekali dijelaskan bahwa Allah hanya akan mengadzab orang yang menjulurkan sarungnya karena kesombongan. Jadi keempat hadis pertama telah ditakhsis oleh hadis-hadis yang sesudahnya.
Dari semua semua hadis yang menjelaskan tentang hukum menjulurkan sarung ke bawah tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa orang yang menjulurkan sarung sampai di bawah mata kaki dengan sombong akan mendapatkan adzab dari Allah pada hari kiamat. Sebaliknya orang yang tidak melakukannya dengan sombong tidak menjadi masalah. Dan jika ditarik ke dalam konteks Indonesia, celana yang menjadi kebiasaan orang Indonesia dalam berpakaian sehari-hari bisa kita samakan dengan sarung yang disebutkan dalam hadis di atas.


[1] Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologis, (Yogyakarta : LESFI, 2003), hal. 64-65.

[2] Muslim Ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Jil. 1. Cd software Maktabah Syamilah, (Beirut : Dar al-Afaq al-Jadidah, t.t.), hal. 71.

[3] Ahmad ibn Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, Jil. 7. cd software maktabah syamilah, (Halb: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1986) hal. 282.

[4] Ibid, Jil. 8., hal. 405.

[5] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Jil. 5. cd software maktabah syamilah (Beirut : Alim al-Kitab, 1998), hal. 168.

[6] Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Jil. 19. Cd Software Maktabah Syamilah., (Mesir : Mauqi’ Wuzarah al-Auqaf al-Misriyah, t.t.), hal. 255.

[7] Ahmad bin Hanbal, Op. Cit., Jil. 2., hal. 136.

[8] Abu Abdillah al-Bukhari, Op. Cit., Jil. 19., hal. 256. Dan Ahmad bin Hanbal, Loc. Cit., Jil. 5., hal. 37.

[9] Muslim Ibn al-Hajjaj, Op. Cit., Jil. 14. hal. 80. Dan Ahmad bin Hanbal, Loc. Cit., Jil. 2., hal. 45.

[10] Abu Abdillah al-Bukhari, Op. Cit., Jil. 19., hal. 262.

[11] Muslim Ibn al-Hajjaj, Op. Cit., Jil. 14. hal. 84.

III. KESIMPULAN
Metode induktif dalam ilmu hadis adalah metode yang dilakukan dengan cara mengkaji hadis, sebagai data yang dibentang bersama hadis-hadis lain yang satu tema agar “berbicara sendiri-sendiri” yang selanjutnya ditarik kesimpulan umum. Cara ini dapat mengantarkan kita untuk mendapatkan faliditas sebuah hadis. Bisa jadi sampai kepada kesimpulan, ternyata hadis yang dicermati tidak falid, kemudian ditinggalkan. Dan bisa jadi kesimpulan hadis itu falid, sehingga ia dijadikan sebagai teori untuk dikembangkan. Namun sebelumnya hadis yang akan diteliti haruslah dipastikan terlebih dahulu, bahwa hadis tersebut adalah hadis yang shahih secara matan.
Contohnya adalah ancaman bagi orang yang memakai sarungnya sampai di bawah mata kaki bahwa orang orang tersebut akan mendapatkan adzab dari Allah pada hari kiamat nanti. Namun setelah mengkaji hadis-hadis yang mempunyai tema yang sama ternyata ada pengkhususan yaitu hanya berlaku bagi orang yang melakukanmnya karena sombong.
Dari contoh di atas bisa penulis simpulkan bahwa memahami hadis dengan menggunakan metode induktif adalah hal yang penting agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami hadis karena memahami secara sepotong-sepotong. Jadi hadis tersebut kita fahami secara menyeluruh dan utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Cd Software Maktabah Syamilah., (Mesir : Mauqi’ Wuzarah al-Auqaf al-Misriyah, t.t.).
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, cd software maktabah syamilah (Beirut : Alim al-Kitab, 1998).
Ahmad ibn Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, cd software maktabah syamilah, (Halb: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1986).
Muslim Ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Cd software Maktabah Syamilah, (Beirut : Dar al-Afaq al-Jadidah, t.t.).
Zuhri, Muh., Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologis, (Yogyakarta : LESFI, 2003).

Previous
Next Post »