Hosting Unlimited Indonesia

Demokrasi Pendidikan Islam


I.             PEMBAHASAN
A.    Definisi Demokrasi Pendidikan Islam
Demokrasi berasal dari bahasa yunani, dari kata “demos” dan “cratos”, demos berarti rakyat dan cratos berarti pemerintah. Jadi makna demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat[1]. Menurut Peter Salim, “Demokrasi adalah pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua negara”[2]. Sedangkan Zaki Badawi berpendapat bahwa demokrasi adalah menetapkan dasar-dasar kebebasan dan persamaan terhadap  individu – individu yang tidak membedakan asal, jenis agama dan bahasa.
Menurut Dede Rosyada, istilah demokrasi memang muncul dan dipakai dalam kajian politik, yang bermakna kekuasaan berada di tangan rakyat, mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam lembaga pendidikan, namun secara substansif demokrasi membawa semangat dalam pendidikan, baik dalam perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi[3].
Apabila dihubungkan dengan pendidikan maka pengertiannya sebagai berikut;  Vebrianto memberi pendapat pendidikan yang demokrasi adalah pendidikan yang pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak (peserta didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tinginya sesuai dengan kemampuannya.
Di sisi lain, Sugarda Purbakawatja memberikan definisi bahwa demokrasi pendidikan, adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang adil. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan merupakan suatu pandangan yang mengutamakan persamaan kewajiban dan hak dan perlakuan oleh tenaga kependidikan terhadap peserta didik dalam proses pendidikan.
B.     Prinsip Demokrasi Pendidikan
Walaupun rumusan demokrasi bervariasi seperti dikemukakan para ahli namun pada hakikatnya terdapat benang merah atau titik singgung dan mengarah pada satu makna yang sama, yaitu suatu ideologi atau cara hidup (way of life) yang menekankan pada nilai individu yang menjunjung tinggi nilai tanggung jawab, saling menghormati, toleransi dan kebersamaan.
Namun dalam praktek demokrasi nilai-nilai individu tersebut di atas sering disalah gunakan, seperti yang dikemukakan Hasan Langgulung bahwa kebiasaan dari segala belenggu kebendaan kerohanian yang tidak sah yang kadang-kadang dipaksakan kepada manusia, tanpa alasan yang benar pada kehidupan sehari-hari yang menyebabkan ia tidak sanggup menikamati hak-haknya yang wajar[4]. Sehingga yang terjadi bukan demokrasi yang diidam-idamkan, tetapi anti demokrasi yang menjurus pada tindakan anarkhis yang menindas hak-hak kebebasan dan martabat orang lain. Oleh karena itu, prinsip demokrasi perlu dilihat secara keseluruhan, bukan hanya secara parsial. Diantara prinsip-prinsip demokrasi tersebut adalah:
a)      Kebebasan
b)      penghormatan terhadap manusia
c)      persamaan
d)     pembagian kekuasaan
Dari prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada, karena dalam realitasnya bahwa pengembangan demokrasi pendidikan itu akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat. Misalnya masyarakat agraris akan berbeda dengan masyarakat metropolitan dan modern, dan sebagainya.
Apabila yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa butir penting yang harus diketahui dan diperhatikan, diantaranya :
  1. Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem politik yang ada;
  2. Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik;
  3. Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.
Sedangkan pengembangan demokrasi pendidikan yang berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini :
  1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya
  2. Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur
  3. Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain.
C.     Prinsip Demokrasi dalam Pandangan Islam
Acuan pemahaman demokrasi dan demokrasi pendidikan dalam pandangan ajaran Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
a)      Di dalam Al-Qur’an
Firman Allah Swt. dalam Surat Asy-Syura,
والذين استجابوا لربهم واقاموا الصلوة وامرهم شورى بينهم ومما روقنهم ينفقون
Artinya :“dan (bagi) orang-rang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka“.
Firman Allah Surat An-Nahl,
وما ارسلنا من قبلك الا رجالا نوحى اليهم فسئلوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون
Artinya : “dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”[5].
b)      Hadits Nabi Muhammad SAW,
طلب العلم فريضة على كل مسلم  و مسلمة
Artinya : ”menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim (baik pria maupun wanita)”[6].
Dalam prakteknya ternyata demokrasi telah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan istilah musyawarah. Salah satu contoh dapat dikemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW menghadapi masalah strategi perang dan diplomasi dengan musuh, tergambar jelas bagaimana Nabi Muhammad menyelesaikan masalah sosial politik yang sedang dihadapi dan beliau selalu aspiratif dan dapat mentolierir adanya perbedaan pendapat diantara para sahabat, tidak terkecuali berhadapan dengan musuh.
Sedangkan mekanisme pengambilan keputusan terkadang beliau mengikuti mayoritas, dan ada pula mengambil keputusan dengan pendapat sendiri tanpa mengambil saran sahabat. Dengan kata lain Nabi Muhammad SAW tidak menentukan suatu system, cara dan metode musyawarah secara baku, tetapi lebih bersifat variatif, fleksibel dan adaptif[7].
Firman Allah dalam Q.S. Ali Imron Ayat 159,
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
Artinya : “Maka disebabkan rahmat Allahlah kamu – kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri daari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya allah menyukai orang – orang yang bertawakkal kepadanya”.
Ayat diatas ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW agar bermusyawarah dalam persoalan-persoalan yang dihadapi dengan para sahabatnya atau anggota masyarakat. Hal ini merupakan bukti keseluruhan dan kebijakan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Serta kemuliaan budi pekertinya. Dari konsep musyawarah tersebut ada nilai-nilai yang menjadi prinsip dasar demokrasi. Nilai-nilai tersebut diantaranya[8]:
·         Prinsip kebebasan
·         Prinsip persamaan
·         Prinsip penghormatan terhadap martabat manusia.

D.    Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan Islam
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, “pendidikan tidak dipandang sebagai proses pemaksaan dari seseorang pendidik untuk menentukan setiap langkah yang harus diterima oleh peserta didiknya secara individual” dengan demikian dalam proses pembelajaran harus dilandasi  oleh nilai-nilai demokrasi yaitu dengan penghargaan terhadap kemampuan peserta didik, menerapkan persamaan kesempatan dan memperhatikan keragaman peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan  diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya tersebut. Dalam proses pembelajaran harus dihindaari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan, syarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif dan tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan[9].
Islam menyerukan adanya prinsip persamaan dan peluang yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah kesadaran untuk belajar bagi semua orang, tanpa adanya peerbedaan antara si kaya dan si miskin dan status sosial ekonomi seorang peserta didik, serta tidak pula gender.
Dalam praktek demokrasi pendidikan islam pada masa dahulu, kata Athiyah adalah partisipasi aktif masyarakatuntuk mendirikan masjid-masjid, institut-institut dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar, sehingga memungkinkan siswa yang kurang mampu meneruskan pelajarannya serta melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagai hasil keterlibatan aktif masyarakat yang dilandasi rasa persamaan dan kebersamaan dalam pembiayaan pendidikan ternyata telah melahirkan kaum Intelektual dan ulama-ulama besar, yang umumnya memang berasal dari anak-anak kurang mampu, seperti Al-Imam Abu Hamid Muhamad Ibn Muhammad al-Ghazali, Al-Imam Muhammad Ibn Idris Al-Syafi’i dan lain-lain[10].
II.                KESIMPULAN
Dengan mempelajarai tentang Demokrasi dalam pendidikan islam maka diharapkan pemahaman kita terhadap Demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan islam bertambah dan semoga juga menambah minat kita untuk terlibat sebagai pelaksana dan pengangung jawab dari keterlaksanaan pendidikan islam itu sendiri, baik secara formal, informal maupun non formal.
III.             DAFTAR PUSTAKA
KBBI Online, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diakses tgl 15 Juli 2011
Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta : Kencana)
Prof. Dr. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia


[1] KBBI Online, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diakses tgl 15 Juli 2011
[2] Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta : Kencana), Hlm, 15
[3] Ibid
[4] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. (Bandung : Al-Ma’arif, 1980), Hlm 45
[5] Al-Maktabah Al-Syamilah, Al-Quran Wa al-Tarjamatuhu
[6] Ibid
[7] Prof. Dr. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), Hlm 337
[8] Ramayulis.  Op. Cit. Hlm, 337
[9] Ibid. Hlm, 343
[10] Ramayulis. Loc, Cit. Hlm, 345
Previous
Next Post »