Hosting Unlimited Indonesia

Dasar Operasional pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN
Setiap aktivitas yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai dasar atau landasan tempat berpijak yang kokoh dan kuat. Dasar adalah pangkal tolak aktivitas. Di dalam menetapkan dasar suatu aktivitas manusia selalu berpedoman kepada pandangan hidup dan hukum-hukum dasar yang dianutnya, karena hal ini yang akan menjadi pegangan dasar di dalam kehidupannya. Apabila pandangan hidup dan hukum dasar yang dianut manusia berbeda, maka berbeda pula dasar dan tujuan aktivitasnya.
Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Setiap negara mempunyai dasar pendidikannya sendiri. Ia merupakan pencerminan falsafah hidup suatu bangsa. Berdasarkan kepada dasar itulah pendidikan suatu bangsa disusun. Dan oleh karena itu maka sistem pendidikan setiap bangsa itu berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup yang berbeda.
Dasar pendidikan di Malaysia, diasaskan kepada prinsip-prinsip Rukon Negara, karena Rukon Negara merupakan falsafah hidup bangsa Malaysia. Dasar pendidikan di Indonesia didasarkan pula kepada falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu pancasila.
Dasar pendidikan Islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup suatu negara, sebab sistem pendidikan islam tersebut dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu[1].






BAB II
PEMBAHASAN
  1. Dasar Operasional pendidikan Islam
Dasar Operasional penidikan Islam adalah dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Menurut Hassan Langgulung. Dasar operasional ada enam macam :
1.      Dasar Historis
Dasar historis adalah dasar yang memberikan andil kepada pendidikan dari hasil pengalaman masa lalu berupa peraturan dan budaya masyarakat. Sistem pendidikan tidaklah muncul begitu saja tetapi ia merupakan mata rantai yang berkelanjutan dari cita-cita dan praktek pendidikan pada masas lampau yang tersurat maupun yang tersirat.
2.      Dasar Sosial
Dasar Sosial yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikan itu berkembang, seperti memindahkan, memilih dan mengembangkan kebudayaan. Di mana pendidikan bertolak atau bergerak dari kerangka kebudayaan yang ada baik memindahkan memilih dan mengembangkan kebudayaan itu tersendiri[2].
3.      Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah dasar memberi perpektif terhadap potensi manusia berupa materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab terhadap anggaran pembelanjaannya. Pada setiap kebijakan pendidikan haruslah mempertimbangkan faktor ekonomis karena kondisi sosial masyarakat yang beraneraka ragam akan dapat menjadi hambatan berlangsungnya pendidikan. Untuk itu, setiap kebijakan-kebijakan pendidikan harus mempertimbangkan faktor ekonomis.
4.      Dasar Politik
Yaitu dasar yang memberikan bingkai dan ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat. Dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan  harus bertitik tolak dari ideologi yang dianut karena hal ini merupakan dasar operasional pendidikan.
5.      Dasar psikologis
Yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara - cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian dan pengukuran serta bimbingan. Keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan, harus memiliki informasi tentang watak peserta didik, pendidik, pengujuran dan peniaian yang terbaik.
6.      Dasar fisiologis
Yaitu dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol, dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Dasar fisiologis adalah dalam rangka menentukan arah, mengontrol serta memilih yang terbaik dari dasar-dasar operasional untuk dapat dilaksanakan[3].
Dalam operasionalisasi kependidikan, apakah konsep Islam mendorong terwujudnya model-model kelembagaan atau pemikiran kurikuler yang mempunyai ciri khas islam? Dan kemanakah orientasi pemikiran-pemikirannya dalam aspek operasional itu diarahkan? Dan sebagainya.
Berbagai problema di atas dapat dianalisis berdasarkan sistem pendekatan dari banyak aspek dengan orientasinya masing-masing. Namun sistem analisis tersebut pada dasarnya berproses atas dasar metode berpikir induktif dan deduktif, yang selanjutnya mencari pemecahan-pemecahan terhadap problema-problema yang dihadapi dan diwarnai oleh sikap orientasi masing-masing.
Berbagai model berpikir operasional yang memberikan ruang lingkup proses kependidikan Islam di mana masukan instrumental yang terdiri dari beberapa faktor kependidikan (guru, metode, kurikulum, dan fasilitas) berlangsung secara konsisten kearah pencapaian tujuannya.
Walaupun hampir tanpa batas dalam mempelajari ilmu pengetahuan, manusia tidak akan mampu menyerap seluruh ilmu Tuhan. Hal tersebut diibaratkan oleh Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 109 dengan simbolisme air laut yang dijadikan tinta untuk menuliskan ilmu pengetahuan Tuhan tidak akan mencukupi meskipun ditambah lagi dengan volume air laut yang sama.
Allah SWT berfirman :
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا (109)
Artinya :
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."
       Agar Adam as.mampu mengembangkan ilmu pengetahuannya lebih lanjut Allah mengajarkannya kepadanya nama-nama benda yang ada di ala mini sehingga Adam berserta anak cucunya dapat memahami dan mengenal segala sesuatu yang diciptakan Allah, serta mampu membentuk peengalaman dan pengenalannya menjadi suatu ilmu pengetahuan. Kemapuan yang diberikan Adam itu tidak diberikan Allah kepada para malaikat yang semula menentang kehendak Allah terhadap penciptaan Adam sebagai khalifah-Nya di atas bumi[4]. Firman Allah dalam kaitannya dengan hal tersebut adalah
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31) قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (32)
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
 Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
       Ada  beberapa pendekatan yang terkait dengan proses pelaksanaan pendidikan, berikut akan dijelaskan berbagi pendekatan yang dimaksud[5].

A.     PENDEKATAN FILOSOFIS
       Berdasarkan pendekatan filosofis, ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasari oleh nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber pada kitab suci Alquran dan sunah Nabi Muhammad saw.
1.      Perkembangan Pemikiran Tentang Pendidikan Islam
       Para Ulama Salaf dan Khalaf (baru) serta para ilmuwan muslim, terutama yang menaruh minat terhadap ilmu pendidikan Islam telah banyak menginterpretasikan dan menganalisis sistem nilai yang terkandung dalam Al-qur’an dan hadis menjadi ajaran dan pedoman yang mendasari proses kependidikan Islam. Sedangkan operasionalisasinya dalam bentuk teknis diwujudkan dalam berbagai ragam model dan pola serta metode sesuai dengan taraf kemampuan berpikir konsepsional mereka masing-masing dari zaman ke zaman[6].
       Yang esensial dari pendekatan filosofis ini adalah lahirnya sikap dan pandangan dasar yang meyakini bahwa Islam sebagai agama wahyu mengandung konsep, wawasan, dan ide dasar yang memberi inspirasi terhadap pemikiran umat manusia dalam rangka menyelesaikan permasalahan kehidupannya.
       Agar proses transformasi nilai-nilai islam itu berjalan konsisten kearah tujuan pendidikan Islam, maka diperlukan suatu pedoman filosofis yang bersifat ideal yang fleksibel dan kontekstual dengan tuntutan kebutuhan manusia[7].
       Alquran sebagai sumber inspirasi dan pandangan hidup universal, memberikan dorongan kepada manuisa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui rasio (akal pikran) sejauh mungkin sampai zat Allah yang tidak mungkin dicapai oleh rasio. Rasio manusia, yang digunakan untuk meperdalam dan memperluas dimensi ilmu pengetahuannya tidak terlepas dari orientasi kepada tuhannya, karena ia menempatkan kekuasaan Allah di atas segalanya, termasuk kemampuan manusia itu sendiri. Dengan orientasi demikian manusai tidak akan bersikap takabur (arogan) dengan kemampuan akal pikirannya.
       Dalam pandangan Islam, akal pikiran harus difungsikan secara efektif untuk menemukan hakikat hidupnya selaku hamba Allah, selaku makhluk sosial dan selaku khalifah di muka bumi.
       Maka dari itu, jelas bahwa pendidikan Islam sebagai ilmu dalam pengembangannya perlu diorientasikan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping karena kemampuan manusia untuk berpikir rasional telah menjadi salah satu persyaratan dalam ilmu dan teknologi, juga kitab suci Alquran telah memberikan ruang gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejauh kemampuan rasio dapat mencapainya.
2.      Orientaasi Ilmu Pendidikan Islam
       Islam sebagai agama wahyu yang lebih mementingkan hidup masa depan yang bernilai duniawi-ukhrawi telah meletakkan pandangan dasar teoretis dalam berbagai uslub ayat-ayat Alquran yang antara lain dinyatakan dalam Surah Al Hasr ayat 18, sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
       Oleh karena sumber ilmu pengetahuan seperti yang dipegelarkan wawasannya dalam Al-quran adalah mahaluas maka ilmu-ilmu pengetahuan yang diharapkan Allah tetap menjadi penopang kemantapan keimanan kepada Allah SWT, dapat diringkas ke dalam tiga sumber orientasi pengembangan teoritis ilmiah, yaitu sebagai berikut[8] :
a.       Orientasi pengembangan kepada Allah Yang Maha Mengetahui, menjadi sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan.
b.      Orientasi pengembangan ke arah kehidupan sosial manusia, di mana muamalah bainan nas (pergaulan antara manusia) semakin kompleks dan luas ruang lingkupnya akibat pengaruh kemajuan ilmu dan teknologi modern yang maju pesat[9].
c.       Orientasi pengembangan ke arah alam sekitar yang diciptakan Allah untuk kepentingan hidup umat manusia, megandung sebagai macam kekayaan alam yang harus digali, dikelola, dan dimanfaatkan oleh manusia bagi kesejahteraan hidupnya di dunia untuk mencapai kebahagian hidup di akhirat.
3.      Model yang Mengabstraksikan Pendekatan dan Orientasi
       Setiap manusia memiliki kemampuan psikologis yang dapat dikembangkan melalui proses kependidikan kea rah pengembangan yang optimal. Untuk itu, model pendidikan Islam secara teoretis dapat dibentuk sesuai pendekatan filosofis sebagai berikut :
a.       Aspek filosofis, manusia selaku hamba Tuhan telah diberi kemampuan dasar atau fitrah yang bersifat dinamis dan kecenderungan sosial-religius dalam struktur psiko-fisik (jasmaniah-rohaniah) patuh dan menyerahkan diri kepada Maha Penciptanya secara total pada tingkat perkembangan yang optimal.
b.      Aspek epistimologis, manusia diberi kemampuan dasar untuk berilmu pengetahuan dan beriman kepada penciptanya sesuai dengan kemampuan derajat kemanusiaannya yang menjadi shibghah (bentuk atau pola dasar) keislamannya yang memberi corak kemuliaan derajatnya melebihi orang lain.
c.       Aspek pedagogis, manusia adalah makhluk belajar sepanjang hayat yang didasari dengan nilai-nilai Islam. Proses belajar yang islami adalah berlangsung secara dialogis sesuai tuntunan Tuhannya dan kepada tuntunan perubahan sosialnya, sehingga cenderung ke arah pola hidup harmonis (seimbang) antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi, sejalan dengan tugas pokoknya sebagai khalifah di muka bumi[10].
B.     PENDEKATAN PEDAGOGIS DAN PSIKOLOGIS
       Pendekatan ini menuntut kita untuk berpandangan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah yang memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses kependidikan.
       Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani dalam pengertian bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian psikologis. Karena pekerjaan mendidik atau mengajar manusia didasarkan atas tahap-tahap perkembangan/perttumbuhan psikologis di mana psikologi telah banyak melakukan studi secara khusus dari aspek-aspek kemampuan belajar manusia.
       Tanpa disadari dengan pandangan psikologis, bimbingan, dan pengarahan yang bernilai pedagogis tidak akan menemukan sasaran yang tepat, yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara pedagogik dengan psikologi (dalam hal ini psikologi pendidikan) saling mengembangkan dan memperkokoh dalam proses pengembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.
       Berbagai hambatan dan rintangan yang bersifat psikologis dalam diri manusia telah diindentifikasikan oleh ahli psikologi (muslim) agar hambatan atau rintangan psikologis dapat diatasi dengan metode pendidikan yang tepat guna atau berdaya guna[11].
       Allah telah menunjukkan berbagai gejala hambatan dan rintangan psikologis yang bermukim di dalam diri manusia, baik yang bersifat pembawaan maupun karena pengaruh faktor eksternal.
C.     PENDEKATAN HISTORIS
       Analisis ilmu pendidikan Islam dilihat dari latar belakang historis, berarti menempatkan sasaran analisis pada fakta-fakta sejarah umat Islam yang berawal dari Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah saw.
       Sejak pengangkatan Muhammad saw. Menjadi utusan Allah, tahap awal dari proses pendidikan Islam dimulai yaitu pada tahun ke-13 sebelum hijrah ke Madinah, pada waktu Nabi berusia 40 Tahun.
       Pendidikan Islam berproses berdasarkan pendekatan individual, kemudian mengembang ke arah pendekatan keluarga, dan berlanjut ke arah pendekatan sosiologis yang semakin meluas ke arah pendekatan nasional dan berpuncak pada pendekatan universal.
       Agama Islam yang bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw. Mengandung doktrin kehidupan umat manusia yang bernilai mendidik (pedagogis).
       Firman-firman Allah dalam kitab suci Alquran yang menilai nilai historis, tersirat di dalamnya nilai-nilai pedagogis yang nerentang kea rah pembetukan  kepribadian yang beriman hanya kepada Allah Yang Maha Esa, mentauhidkan kepercayaan manusai kepada kekuasaan Yang Maha Esa.
       Iman yang tauhidi itu diperkokoh melalui berbagai observasi terhadap fenomena-fenomena sejarah kehidupan umat manusia terdahulu dan kemudian.
Gaya-gaya hidup khitab Tuhan dalam kitab suci Alquran hanya ditujukan kepada manusia sebagai hamba-Nya yang paling mulia di antara makhluk-makhluk-Nya yang lain, karena manusia diberi kemampuan untuk menciptakan sejarah kehidupannya yang mengandung makna dan hikmah bagi hidup masa datang.
       Pada setiap turunnya wahyu, Allah langsung berdialog dengan manusia tentang permasalahan kehidupan yang harus dipecahkan. Oleh karena itu, masing-masing ayat Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah selalu mengandung latar belakang sejarah yang bernilai pedagogis (mendidik). Manusia diperintahkan untuk mempelajari kasus-kasus kehidupan manusia terdahulu yang bernilai sejarah (historical case study). Studi kasus sejarah dalam Alquran pada umumnya berlatar belakang pada hukum sebab akibat. Misalnya, kasus dihancurkannya kaum Tsamud (kaum Nabi Luth), oleh karena mereka ingkar terhadap petunjuk  Allah yang diwahyukan kepada Nabi Luth. Mereka berbuat sodom (homoseksual) yang menjadi sebab timbulnya berbagai penyakit mental dan fisik. Kaum ‘Aad (kaum Nabi) Saleh disiksa secara langsung karena mereka tidak mengikuti petunjuk Nabi mereka sehingga Tuhan menjatuhkan siksaan, yaitu mereka tertimbun oleh bumi tempat pemukiman mereka (mungkin seperti gempa besar), sebagaimana dikisahkan Alquran.
       Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis yang berdasarkan pendekatan historis membatasi studi pada ruang lingkup pemikiran tentang proses dan nilai-nilai perkembangan sasaran analisis, dari sudud pandang sejarah[12].

BAB III
KESIMPULAN
       Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa dasar operasional pendidikan Islam adalah dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Dan dari dasar operasinal itu di bagi menjadi enam macam yang diantaranya adalah dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar pilitik, dasar psikologis, dan dasar fisiologis.


Daftar Pustaka
Prof.DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Kalam Mulia; Jakarta, 2010).
Prof.H.M. Arifin, M.Ed., Ilmu pendidikan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, PT Bumi Aksara; Jakarta, 2006.






















[1]  Prof.DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Kalam Mulia; Jakarta, 2010). h. 121.
[2]   Ibid, h. 130.
[3]   Ibid, 131
[4]   Prof.H.M. Arifin, M.Ed., Ilmu pendidikan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, PT Bumi Aksara; Jakarta, 2006. h.85.
[5]   Ibid, 86
[6]   Ibid, 86
[7]  Ibid
[8]  Ibid
[9]   Ibid, 89
[10]  Ibid
[11]   Ibid. 104
[12]   Ibid, 119-120
Previous
Next Post »