Hosting Unlimited Indonesia

Mengenang 757 Tahun Wafatnya Ibnu malik

Dalam lembaran sejarah keilmuan Islam, kitab Alfiyyah Ibnu Malik demikian populer dan melegenda. Alfiyyah Ibnu malik adalah salah satu pustaka dan referensi ilmu Nahwu sharaf(grametika-Morfologi arab) yang paling pucuk. Pengarangnya, Ibnu malik, dinobatkan sebagai Taj ulama’ an-nuhat, mahkota ulama’ nahwu. Semenjak masa ditulisnya hingga masa sekarang. Kitab tersebut banyak dikaji dan dijadikan panduan utama di bidang kajian linguistic Arab, baik ditimur atau pun Barat. Di kalangan akademisi Barat, kitab ini terkenal dengan sebutan The thoushand Verse.  Puluhan syarah (komentar atau penjelasan). Hasyiah (catatan pinggir, komentar atas komentar), dan ikhtishar (ringkasan) telah lahir dari kitab berisi seribu bait nazmah (puisi) tersebut.
Riwayat sang Pengarang nazham
 Nama lengkap Ibnu Malik adalah Abu Abdillah jamaluddin Muhammad ibn Abdullah ibn Malik al-Tha’I al- jayyani al-Andalusi. Beliau lahir pada bulan sya’ban 600 H(1203 M) di kota Jayyan (jae’n), salah satu kota utama Andalusia (sekarang Spanyol) bagian selatan. Ibnu Malik lahir lima tahun selepas kemangkatan filsuf agung asal Cordova, Ibnu Rusyd (595 H/1198M).
Sejarawan Andalusia Syihabuddin al-Maqri (w. 758 H). dalam kitabnya Nafah at-Thayyib min Ghasn al-Andalus ar-Rathib, menyebutkan bahwa Ibnu malik hidup satu zaman dengan teosof kenamaan asal Sevilla, Ibnu sab’in (w. 669 H/1268 M), dan ahli tafsir kesohor asal Cordova, Imam al-Qurthubi (w.671 H/ 1270 M). sejak kecil, Ibnu malik telah hafal al- Quran dan ribuan hadits, disamping mengais ilmu- ilmu Islam dari tangan ulama-ulama cemerlang Andalus, seperti Tsabit bin khiyar, Ahmad bin Nawwar, dan Abdullah as-Syalaubini.
Pada masa Ibnu malik hidup, kerajaan Islam Andalus sedang mengalami babak kemunduran. Dinasti al-Muwahhidun yang saat itu berkuasa di semenanjung  An- Andalusia (Iberia), tengah berada di titik kegoncangannya, Beberapa kota An- dalusia satu persatu jatuh ke tangan kerajaan Kristen Spanyol (Castella). Bermula dari Toledo(Thalithala), kota pusat ilmu pengetahuan Islam di spanyol Utara itu jatuh pada tahun 1080M, menyusul Huesca (Wasyqah, 1096), Tudela (Thahilah, 1114), Zaragoza (sarqasthah, 1119), Counca( Qawnaqah, 1177), silves (Syalb, 1179), Merida (Maridah, 1222), Badajos (Bajah, 1229), Ibza (Yabisah, 1235), Cordova (Qurthubah, 1236), Tolavera (Thalbirah, 1236), Denia (Daniah, 1238), Cartegena (Qarthajinah, 1242), Muricia (Mursia, 1243), Lisbona (Lisybunah, 1245), dan seterusnya.
Kampung halaman Ibnu Malik sendiri, ja’en (jayyan), diserang oleh pihak Kristen Spanyol sejak tahun 1230 M, Hingga akhirnya jatuh pada tahun 1246 M, keadaan inilah yang akhirnya memaksa Ibnu Malik untuk hijrah ke wilayah Masyriq (Timur-Islam), tepatnya ke kota damasykus. Semenjak menetap di damasykus, Ibnu malik beralih kemadzhab fiqh menjadi syafiiyyah , setelah sebelumnya, selama hidup di Andalus, ia bermadzhab fikih malikiyyah.
Keadan di masyriq sangat berbeda dengan apa yang terjadi di An-dalusia (Maghrib), pada saat kedatangan Ibnu Malik, wilayah masyriq tengah dikuasai oleh Dinasti Ayyubiyyah periode akhir, untuk kemudian digantikan oleh dinasti mamalik( 1250M). Sebagaiman diungkapkan oleh sejarawan besar Taqiyyuddin al-Maqrizi (w. 845 H/ 1442M) dalam kitab al-Khatath al-Maqirizi, Dinasti Mamalik inilah yang berhasil mengenyahkan tentara salib dari palestina (1258 M), dan mengalahkan pasukan Mongol tatar di Ain jalut (1260M), disampingb mampu melanjutkan eatafet masa kejayaan dinasti-dinasti islam sebelumnya.
Di dimaskus, Ibnu Malik melanjutkan kegemarannya mengais ilmu pengetahuan, dan lebih terkonsentrasi mempelajari ilmu Nahwu-Sharaf. Ia pun belajar kepada beberapa pemuka nuhat Damaskus terkemuka, semisal ‘Ilm ad-Din as-Sakhawi, Makram Ibn Muhammad al-Qursyi, dan al-hasan ibn as-Shabbah. Setelah di damaskus, Ibnu Malik beranjak menuju kota Halab (Aleppo, syiria Utara). Di kota purba itu Ibnu Malik belajar kepada Muwaffiquddin ibn Ya’isy dan Ibnu ‘Amrun al-Halabi.
Di kedua kota itu pula, Damaskus dan Aleppo, karir intelektual al-Ibnu Malik sebagai ulama nahwu-Sharaf mulai diperhitungkan, bahkan kian cermelang dan mencuat. Ibnu malik lalu dipercaya untuk mengajar (tadris) di madrasah kota Hamat selama beberapa tahun. Selepas itu, Ibnu Malik pergi ke kairo (Mesir), juga untuk mengajar, atas undangan Sultan al-Malik as-Shalih najmuddin al-Ayyubi, hingga akhirnya kembali lagi ke damaskus untuk menjadi imam dan mengajar di masjid agung al-Umawi, serta madrasah al-Adilah al-Kubra, Damaskus.
Ibnu Malik banyak memiliki murid yang kelak menjadi ulama besar, semisal Badruddin ibn Malik (putra Ibnu Malik yang menjadi guru besar nahwu di damaskus), Ibnu Jamaah (qadhi al-qudhat atau hakim agung Mesir), Abu Hasan al-Yunayni (ulama hadits masyhur). Ibnu Nahhas (ulama nahwu terkemuka). Dan Imam an-nawawi. Khusus untuk Imam an-nawawi. Ibnu Malik memuji dan mengabadikan sosoknya lewat salah satu penggalan bait Alfiyyahnya, yaitu pada bab ib-tida, bait ke -126, bait tersebut berbunyi : wa rajul-un min al-kiram-I indana  (dan laki-laki mulia itu tengah berada di sisi kita).
            Hal penting lainnya yang patut di catat adalah kondisi ilmu nahwu-sharaf yang berkembang baik dan pesat di andalus, yang pada gilirannya menjadikan Andalusia mempunyai corak dan madzhab nahwu tersendiri, dan tak sedikit mempengaruhi corak ilmu pengetahuan lainnya, semisal tafsir Al-quran. Beberapa kitab tafsir al-Quran lainnya yang dikarang oleh ulama Andalus banyak memuatkan kajian ilmu nahwu secara dominan, lebih dominan dari kajian lainnya, semisal tafsir makki ibn Abi thalib al-Qaysi (w. 1054 M), tafsir al-Muharrar al-wajiz karangan Ibn Athiyyah(disebut sebagai syaikh al-mufassirin al-andalusiyyin, w. 1151 M), dan tafsir al-Bahr al_muhith karangan Abu hayyan al-Andalusi (w.1344). kondisi inilah yang banyak membentuk karakter dan karir Ibn malik di kemudian hari.
            Salah satu kecermlangan Ibnu Malik adalah keberhasilannya menjadi ulama  grametika Arab pertama yang mengkomparasikan teori-teori nahwu yang asing dan tak lazim (syadz). Uniknya, Ibnu malik memberikan contoh (syahid) dari kesemua teori itu dengan penggalan ayat- ayat al-Quran, hadits, dan syair-syair Arab kuno. Ibnu malik lalu menampung semua hal tersebut dalam seribu bait nazdam ( puisi), yang kemudian dikenal dengan nama al-Afiyyah.

Sekilas tentang Alfiyyah Ibnu malik
Dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Dapat ditenukan beberapa kitab nadzam yang diberi judul Alfiyyah, semisal Alfiyyah Ibnu Sina (w. 370 H/ 980M) yang mengupas teori – teori kedokteran (at-thibb), Alfiyyah al- Iraqi )w.806 H/1404H) yang membahats musthalah al-hadits (metodologi hadits), alfiyyah al-Barmawi (w. 831 H/ 1427 M) tentang ilmu ushul fiqh (filsafat fiqh), Alfiyyah al-Qabbani (w. 850 H/ 1446 M) tentang ilmu balaghah (retorika arab), Alfiyyah as-suyuthi (w. 911 H/1505 M) tentang ilmu musthalahah al-hadits, Alfiyyah Ibnu Mu’thi (w. 672 H/ 1273M), dan Alfiyyah Ibnu Malik, tentang ilmu grametika-Morfologi Arab (Nahwu – sharaf).
Kitab Alfiyysh Ibnu malik lazim juga disebut dengan nama al-Khulashah, yang berarti ringkasan. Dinamakan al-Khulashah karena kitab nazham ini adalah kitab nazdam terpendek yang pernah ditulis dalam mengupas teori-teori dan maslah nahwu-Sharaf. Sebelumnya, Ibnu Hajib (w. 646 H/ 1249 M) pernah menulis kitab berjudul al-Kafiyah as-Syafiyah yang memuat 2757 bait nazham. Syair Alfiyyah Ibnu Malik sendiri ditulis dengan memakai bahr (irama) Rajaz, dan terdiri dari dari seribu dua bait nazham yang mencangkup delapan puluh bab.
Lewat bait-bait Alfiyyah-Nya ibnu Malik mampu mengkomparasikan teori-teori nahwu sharaf madzhab Irak, syam (Masyriq), dan andalus (Maghrib), hingga merangkum teori-teori nahwu yang asing dan lazim (syadz) Ibnu Malik juga mampu mengetengahkansemua permasalahan nahwu-sharaf yang dianggap penting, namun menyampaikan dengan bahasa yang indah dan padat makna. Dengan Alfiyyahnya pula, ibnu Malik mampu menerangkan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang singkat dan mudah, serta mampu menghimpun kaidah – kaidah yang berbeda –beda, disamping mampu menyertakan contoh-contoh yang dapat memberikan gambaran satu persatu syarat yang ditentukan oleh kaidah tersebut. Semua hal inilah yang menjadikan Alfiyyah karangan Ibnu Malik lebih istimewa dari kitab-kitab nahwu lainnya.
Ibnu Malik juga mampu menyuntikkan darah segar pada perkembangan ilmu Nahwu-sharaf di masyriq yang sebelumnya tengah berada dalam babak kejumudan, bahkan mulai kurang diminati. Sehingga, berkat peran Ibnu Malik, kajian ilmu nahwu-sharaf kembali menggeliat dan menyemarak. Hal ini bisa ditengarahi dengan banyaknya komentar-komentar (syarah). Catatan pinggir atau komentar atas komentar (hasyiah). Juga ringkasan (mukhtashar) yang ditulis untuk menjelaskan dan mengurai kandungan Alifiyyah Ibnu Malik.
Anggitan Anggitan Ibnu Malik Lainnya
Selain kitab Alffiyyah Ibnu Malik juga banyak mengarang kitab-kitab lain yang tak kalah penting. Dan kebanyakan mengetengahkan kajian linguistic, semisal al-Muwashshal fi nadzam al-Mufashshal, sabk alManzhum
Beberapa kitab penjelasan (syarah Hasyiah) Afiyyah
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, terdapat puluhan kitab yang mengomentari Alfiyyah, baik berupa syarah ataupun hasyiya. Diantara sekian banyaknya kitab penjelasan, yangbpopuler diantaranya adalah syarah yang ditulis oleh anak Ibnu Malik sendiri. Muhammad Badruddin (w.686 H), juga syarah badruddin Hasasn al-Muradi al-mashri (Tawdhih al-Maqashid, w. 749 H), syarah Ibnu Hisyam al- Anshari (Awdhah al-Masalik, w. 746 H), syarah Ibnu Jamaluddin Áqil (w. 769 H) Syarah al-asymuni (Manhaj as-salik, q. 929H), syarah as-syatibhi (al-Maqashid as –syafiiyyah w. 790 H) syarah Badr ad-din Ibn-an-Nazhim, syarah Zain ad-Din ibn al-Ayni, syarah Abu Qasim ar-Raáyni al-Andalusi, syarah Abu Zayd al-Makudi, dan lain-lain.

Previous
Next Post »