Dalam kehidupan bernegara, kehadiran seorang pemimpin
menjadi sesuatu yang sangat penting dalam rangka untuk menjaga berbagai
stabilitas baik politik, ekonomi, keamanan, maupun sosial. Oleh sebab itu,
setiap negara memiliki aturan yang mengatur tentang persyaratan menjadi seorang
pemimpin. Dalam khasanah keilmuan politik dan pemerintahan Islam, istilah
pemimpin dikenal dengan khalifah/amir/imam, dan segala sesuatu yang terkait
dengan kinerja pemimpin dikenal dengan khilafah/imamah/imarah (kepemimpinan).
Salah satu syarat yang ditentukan adalah syarat dari keturunan Quraisy. Dasar
yang digunakan dalam memasukkan persyaratan Quraisy adalah hadis Nabi saw yang
menyatakan bahwa kepemimpinan dari suku Quraisy.
Hadis
yang bersumber dari para imam hadis tersebut, dinilai tidak sesuai dengan
logika dan nalar manusia. Bagaimana mungkin Nabi saw menyabdakan hadis yang
bersifat primordinal-sektarian, sehingga mementingkan orang Quraisy? Bagaimana
kaitannya dengan pesan Nabi saw yang mengharuskan orang-orang mukmin taat
kepada pemimpin walaupun pemimpin tersebut dari budak Habsy?
Hadis
tentang kepemimpinan dari Quraisy dapat ditemukan dalam kitab hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Ahmad
bin Hanbal. Salah satu hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad
bin Hanbal sebagai berikut :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَهْلِ أَبِي الْأَسَدِ
عَنْ بُكَيْرٍ الْجَزَرِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ
فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَقَفَ فَأَخَذَ بِعِضَادَةِ
الْبَابِ فَقَالَ الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ وَلَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَلَكُمْ مِثْلُ
ذَلِكَ مَا إِذَا اسْتُرْحِمُوا رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا عَاهَدُوا
وَفَّوْا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.
Waki’menceritakan
kepada kami (berkata) al-A’masy menceritakan kepada kami (yang berasal) dari
Sahl Abi al-Asad (yang bersumber) dari Bukair al-Jazari (yang berasal) dari
anas berkata : Kami (ketika) berada di rumah salah seorang sahabat Anshar, Nabi
saw datang hingga berhenti kemudian memegang tiang pintu lalu bersabda :”Para
imam (pemimpin) adalah dari Quraisy, Mereka memiliki hak atas kamu, dan kamu
memiliki hal yang sama. Ketika kamu minta belas kasih mereka memberi belas
kasih. Ketika mereka memerintah, mereka adil, dan ketika mereka berjanji,
mereka menetapi. Barang siapa dari mereka yang tidak berbuat demikian maka
laknat Allah dan Malaikat dan seluruh menusia untuk dia.
Respon
terhadap hadis tersebut dari pendapat para ahli sangat beragam. Sebagian
berpendapat bahwa hadis tersebut shahih dan merupakan dalil atas kekhususan
al-khilafah untuk Quraisy. Sedang sebagian yang lain mengingkari hadis
tersebut, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang tidak mengakui
fanaticism atau ashabiyyah, dan juga tidak mengakui racialism atau unshuriyyah.
Mayoritas
Ulama klasik memahami hadis ini secara tektual, artinya persyaratan keturunan
Quraisy memang menjadi suatu keharusan bagi orang yang menjadi khilafah. Hal
tersebut berangkat dari peristiwa terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah di
Saqifah Bani Saídah.
Setelah
umat Islam mengalami duka yang mendalam akibat wafatnya Rasulullah saw, sahabat
Anshar segera menyelenggarakan pertemuan di Saqifah bani Saídah untuk
mendiskusikan khalifah pengganti Rasulullah saw. Ketika berita tersebut
terdengar oleh Úmar bin al-khaththab, ia menyampaikan hal ini kepada Abu Bakar
al-Shiddiq.
ConversionConversion EmoticonEmoticon