Hosting Unlimited Indonesia

Belajar Kognitif

Pengertian belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behaveoristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu apat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian – bagian dari suatu situasi salinÙ„ berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi kompenen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti :”Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J.piaget, Advance organizer oleh Ansubel, pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar oleh gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan mereka.

Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insigh” yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian, memperoleh insigh agar ia dapat memahami keseluruhan situasi atau bahan ajaran tersebut. Insigh itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan seperti “aha “ atau “oh, see-now”. Menurut teori geltalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga.

Aplikasi Teori Kognitif dalam kegiatan Pembelajaran

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.       Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
b.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat bekajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
c.       Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
d.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
e.       Pemahaman dan retensi akan meningkatkan jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
f.        Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakana, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
g.       Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini angat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut piaget, hanya dengan mengaktifkan secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk balajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Hal ini tercemin dari  model kurikulum spiral yang dikemukakannya. Berbeda dengan Bruner, Ausubel lebih mementingkan struktur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif. Hal ini tampak dari konsepsinyan mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari siswa.


Previous
Next Post »