Latar belakang
Pada tahun-tahun belakangan ini, kita melihat NATO,
Organisasi Perjanjian Atlantik Utara, sedang berusaha melakukan
perubahan-perubahan yang fundamental yang muncul setelah Perang Dunia Dua dan
di awal munculnya Perang Dingin Barat dengan Rusia. NATO, yang dipimpin oleh
Amerika, telah diakui terdiri dari 26 negara dan 20 partner kerja sama yang
telah tersebar dan ikut serta dalam peperangan-peperangan yang terjadi di
Eropa, Afrika dan Asia.
Pembicaraan ini kemudian berlanjut, dan terfokus pada
pertemuan tingkat tinggi di Bucharest pada bulan April 2008, dan terkonsentrasi
pada masalah-masalah saat ini yang terjadi pada NATO dan kesulitan-kesulitan
dengan penyebaran tentaranya di Afghanistan dan meningkatnya perlawanan pada
pendudukan asing. Secara khusus pembicaraan ini terpusat pada detil-detil dari
pembagian beban yang lebih merata diantara Negara-negara yang terlibat dan pada
tingkat dimana Negara-negara anggota NATO-ISAF berkomitmen untuk mengirimkan
tentara dan diwilayah bagian mana tentara-tentara itu akan ditempatkan di
Afghanistan. Negara-negara lain telah terfokus pada ekspansi NATO ke wilayah
timur sejak tahun 1990an dimana banyak dari bekas Negara-negara Blok Timur
kemudian berada dalam naungan NATO; yakni sejauh mana ekspansi ke timur NATO bisa
berlanjut; bagaimana melibatkan Negara-negara bekas Soviet seperti Georgia dan
Ukraine. Sejauh ini isu yang paling menekan bagi para anggota NATO adalah pada
bagaimana mengatasi ketakutan Rusia bahwa ekspansi NATO ke Timur dan penerimaan
kehadiran rudal-rudal di Eropa Timur dapat merupakan ancaman bagi pengaruh
Rusia.
Langkah strategis
Namun, apa yang seringkali terlupakan oleh elemen-elemen
media [dan apa yang seharusnya adalah hal yang paling penting untuk disadari
oleh kaum Muslim] adalah bahwa pembicaraan dan pembicaraan ini telah terjadi
selama beberapa tahun mengenai langkah strategis NATO yakni, apakah yang
menjadi tujuannya di abad 21, apakah NATO adalah sebuah lembaga regional atau
global, apakah perannya, dan secara esensi adalah apakah NATO itu. Sebelum saya
membahas isu-isu ini, maka adalah penting untuk menyebutkan konteks sejarah dan
bagaimana NATO telah berkembang khususnya selama beberapa tahun yang lalu.
NATO terbentuk setelah Perang Dunia II sebagai sebuah
kesepakatan pertahanan Eropa karena ketakutan akan merajalelanya kekuatan Uni
Soviet dan Negara Pakta Warsawa. Pada dasarnya, NATO adalah sebuah aliansi
militer regional yang mencari dukungan solidaritas diantara para anggotanya
jika seandainya terjadi serangan militer ke Negara anggotanya. Negara-negara
Eropa Barat mendapatkan kepastian dari perlindungan militer dari Amerika yang
memiliki superioritas militer jika terjadi invasi Soviet; sebagai imbalannya
maka Amerika diberikan wewenang untuk mendominasi NATO dan menentukan arahnya.
Setelah keruntuhan Uni Soviet dan Komunisme di awal tahun
1990an, banyak komentator yang memperdebatkan peran dan masa depan NATO;
bagaimana organisasi itu membuktikan relevansinya dan dimana alasan pembenaran
atas eksistensinya, padahal komunisme telah dikalahkan. Selama tahun 1990an
relevansi NATO tampak terus dipertanyakan oleh adanya pengaruh dari dua
kekuatan Eropa yang baru - yakni Perancis dan Jerman – untuk membentuk pakta
keamanan dan pertahanan bersama di luar NATO dan pendekatan pada kemandirian Eropa
dengan organisasi-organisasi yang paralel dengannya seperti tentara Eropa.
Kemunculan kembali NATO
Konflik di Balkan di akhir tahun 1990an yang menentang agresi Serbia pada minoritas Kosovo, memberikan NATO nafas baru dimana angkatan udara NATO –yang terutama terdiri dari angkatan udara AS dan Inggris, untuk pertama kalinya melakukan pemboman pada suatu wilayah di Serbia selama 7 minggu untuk memastikan penarikan mundur Negara itu dari wilayah Kosovo. Ini adalah suatu perkembangan yang penting karena untuk pertama kalinya angkatan udara NATO dipergunakan dalam sebuah pemboman aktif sejak lahirnya organisasi itu.
Konflik di Balkan di akhir tahun 1990an yang menentang agresi Serbia pada minoritas Kosovo, memberikan NATO nafas baru dimana angkatan udara NATO –yang terutama terdiri dari angkatan udara AS dan Inggris, untuk pertama kalinya melakukan pemboman pada suatu wilayah di Serbia selama 7 minggu untuk memastikan penarikan mundur Negara itu dari wilayah Kosovo. Ini adalah suatu perkembangan yang penting karena untuk pertama kalinya angkatan udara NATO dipergunakan dalam sebuah pemboman aktif sejak lahirnya organisasi itu.
Setelah Peristiwa 11 September, contoh-contoh real yang
menunjukkan berubahnya arah strategis NATO diawali oleh pemerintah Amerika.
Amerika dengan suskesnya memanipulasi opini publik dunia di awal-awal hari
peristiwa itu dan mengikat NATO untuk ikut serta memberikan perlindungan bagi
Negara itu setelah terjadinya serangan, dengan dua cara:
Pertama, para anggota NATO didorong oleh Pasal 5
konstitusi yang menyebukan bahwa serangan pada salah satu anggota NATO adalah
serangan pada semua anggotanya dan bahwa Negara-negara anggotanya memiliki
kewajiban untuk peduli dan membantu sebuah Negara sekutu yang telah diserang.
Dengan demikian dilancarkanlah perang atas Afghanistan.
Kedua, Amerika menciptakan situasi yang memandang aliansi
NATO bukan sebagai sebuah tindakan temporer atau kelompok ad-hoc yang merespon
krisis-krisis tertentu tapi sebagai sebuah kelompok permanen yang siap
berperang secara berkelanjutan. Mantan Menteri Pertahanan AS, Donald Rumsfeld,
terkenal dengan ucapannya pada saat itu; “misi ini menegaskan adanya koalisi
“ yakni konflik dan krisis akan selalu tampak yang memerlukan
penyelesaian- dan hanya keterlibatan personil yang akan merubahnya.
Paska 11/9 – Sebuah Peran Maju yang baru bagi NATO
Sebagai akibat dari peristiwa itu adalah dikerahkannya
pasukan NATO di Afghanistan selama 7 tahun terakhir dengan keikut sertaan 26
negara berikut peralatan tempurnya. Pertemuan Puncak NATO di Prague tahun 2002
membuka jalan bagi demikian banyaknya perubahan-perubahan. Pada pertemuan itu
antara lain dibicarakan tentang pasukan gerak cepat yang dimpimpin NATO,
ditingkatkannya kemampuan militer, keamanan dan pengamatan dan terfokus pada
senjata pemusnah massal (WMD), yang dipakai sebagai awal invasi ke Irak pada
tahun 2003.
Pada pertemuan puncak NATO tahun 2004 di Istanbul, para
anggota NATO berkomitmen untuk mendapatkan partner kerja sama yang
menjangkau Timur Tengah sebagai sebuah cara untuk memperluas pengaruh NATO.
Dalam sebuah pidato tahun 2003, duta besar Amerika untuk NATO, Nicholas Burns
merefleksikan perubahan ini dari pemikiran NATO sebagai organisasi yang awalnya
adalah untuk keamanan Eropa menjadi organisasi yang menjangkau luar Eropa
hingga Negara-negara tetangganya. Dia mengatakan,
“NATO perlu untuk memperluas dari fokus ke dalam Eropa –
yang memang diperlukan dan pantas dilakukan selama masa Perang Dingin – hingga
fokus ke luar Eropa dalam sebuah garis bujur dari Negara-negara dimana ancaman masa
kini berasal – di Asia Tengah dan Asia Selatan, dan di Timur Tengah “…..Dia melanjutkan paparannya dengan mengatakan
“Mandat NATO masih merupakan tindakan untuk
mempertahankan Eropa dan Amerika Utara. Tapi kita tidak percaya bahwa kita
mampu melakukan itu dengan hanya diam di Eropa Barat, atau di Eropa Tengah,
atau Amerika Utara. Kita harus mengerahkan perhatian konseptual kita dan
kekuatan militer kita ke arah timur dan selatan. Kita percaya masa depan NATO
adalah timur dan selatan. Masa depan itu ada pada Timur Tengah Raya “
[Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Dubes Amerika untuk, R. Nicholas Burns]
[Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Dubes Amerika untuk, R. Nicholas Burns]
Pada periode tahun 2003/04 NATO mengambil alih kontrol
gabungan atas ISAF [Bantuan Keamanan Militer Internasional - International
Security Assistant Forces] di Afghanistan dari mandat yang sebelumnya dimiliki
oleh PBB, hal ini adalah hal yang penting mengingat para anggota PBB
hingga pada tahap itu tidak berkeinginan untuk melawan struktur komando NATO.
NATO mempercepat ‘program perdamaian untuk kemitraan’
dengan membentuk aliansi dengan Negara-negara Timur Tengah dan untuk pertama
kalinya, bersama Negara-negara Asia Tengah dan Kukasus, merefleksikan hal
penting dan strategisnya sumber daya minyak dan gas. Selama periode AS juga
merintangi penentangan Eropa atas meningkatnya hegemoni Negara itu di dalam
NATO dengan menekankan jurang pemisah dalam hal pembelanjaan militer dan
persenjataan canggih. Dengan melakukan hal itu, AS menekan Negara-negara Eropa
untuk meningkatkan pembelanjaan pertahanan Negara mereka sendiri (tentu saja
kepada perusahaan-perusahaan persenjataan AS) tapi juga melibatkan mereka dalam
cara pandang Amerika dan secara keseluruhan pada Perang Atas Teror; yakni bahwa
konflik dan krisis masa depan akan memerlukan teknologi canggih, bukan lagi
persenjataan konvensional dan metode-metode peperangan baru. Bukti selanjutnya
fakta bahwa Eropa mulai melihat kemampuan pertahanan masa depan dibawah bendera
struktur NATO yang baru adalah keputusan pemerintah Perancis baru-baru ini
untuk ikut serta lagi kedalam NATO setelah meninggalkannya selama
bertahun-tahun.
Pada saat yang sama, setelah terpilihnya kembali Bush
junior tahun 2004, AS mampu menahan kritik atas uniteralisme dengan membuat
hubungan dengan Uni Eropa dan menekan penentangan Perancis dan Jerman khususnya
pada struktur independent dan organisasi-organisasi paralel bagi NATO.
Contohnya, NATO mampu melibatkan dirinya dalam misi-misi bersama dengan Uni
Eropa dalam hubungannya dengan Afrika dan mengirimkan pasukan perdamaian untuk
menyelesaikan konflik-konflik di sana. Terlebih lagi, latihan angkatan
laut gabungan telah angkatan bersenjata NATO telah mulai dilakukan di India di
akhir tahun 2007, Australia dan Asia-Pasifik dan menunjukkan luasnya aliansi
yang ingin dijangkau dan potensi bagi rekonstruksi NATO yang berskala global.
Di Afrika, di akhir tahun 2006 militer AS menciptakan
AFRICOM, sebuah struktur komando regional yang didisain untuk memberikan AS
kehadiran yang berkelanjutan di benua itu. Komando itu dengan cepat
menggandakan kemampuan militernya, AFRICOM dengan operasi-operasi NATO nya
menawarkan bantuannya untuk memberikan jangkauan yang lebih besar. Komandan
AFRICOM, Jendral William E Ward, sejak saat itu menekankan “perlunya
koordinasi yang erat ” dengan NATO.
Memang, sejak bulan July 2005, NATO telah menyediakan
transportasi udara bagi pasukan perdamaian di Darfur. Tujuan dari
aliansi-aliansi regional ini adalah bahwa NATO dan pemain utama yakni AS, mampu
meningkatkan kapasitasnya untuk menetralisir musuh-musuhnya dan mengamankan kepentingan-kepentingannya.
Sekjen NATO Jaap de Scheffer mengatakan, “Keamanan laut, dengan memastikan
jalur yang aman bagi pelayaran dan mendukung pendekatan internasional yang
terkoordinir untuk melindungi pasokan energi adalah merupakan prioritas-prioritas
penting bagi NATO.”
Dan NATO di Timur Tengah juga telah melakukan ekspansi
dengan membentuk aliansi-aliansi dan kemitr`an. Dialog Mediterania NATO, yang
dimulai pada pertengahan tahun 1990an pada saat ini telah mencakup Aljazair,
Mesir, Israel, Yordania, Mauritania, Maroko, dan Tunisia. Inisiatif Kerja sama
Istanbul (Istanbul Cooperation Initiative) mengumumkan di tahun 2004 pada
pertemuan puncak NATO bahwa NATO telah meningkatkan pengaruhnya dari wilayah
Mediterania timur hingga ke wilayah Teluk Persia. Kehadiran NATO di Teluk
Persia pada saat ini termasuk kemitraannya dengan Saudi Arabia dan
Negara-negara Teluk seperti Bahrain, Kuwait, Oman, UAE dan Qatar. Bagi AS, buah
dari perluasan hubungan NATO dengan Negara-negara lain dan campur aduknya
kepentingan keamanan AS dengan NATO mulai terlihat dengan semakin sulitnya
memisahkan respons AS dengan respons NATO. Bulan Juli 2008, Komandan Armada
Keenam AS di Mediterania mengatakan untuk menjawab pertanyaan atas kemungkinan
serangan Iran atas Israel “Hal ini menuntut perhatian kita segera atas
perlunya respons dari AS ataupun NATO “.
Pendorong Bagi Berlanjutnya Perubahan
Walaupun terjadi perubahan-perubahan atas NATO dari
konsep awalnya hingga misi sebenarnya pada beberapa tahun yang lalu oleh para
perencana Amerika, hal ini belumlah cukup; NATO sedang mencari perubahan lebih
lanjut dikarenakan faktor-faktor berikut:
[1] Kesulitan-kesulitan
operasional dan logistik di Afghanistan: Negara-negara Eropa lainnya [Jerman,
Belanda, Kanada] telah malas untuk memberikan komitmennya atas pasukan, atau
tidak akan mengizinkan pasukannya untuk dikerahkan di wilayah pertempuran dan
hal ini mengakibatkan patahnya struktur komando dan konflik yang berkelanjutan
diantara Negara-negara Barat.
Sekjen NATO menyoroti kesulitan-kesulitan yang dihadapi
oleh perluasan NATO,
“Secara jelas, suatu aliansi atas 26 negara berdaulat
berarti ada 26 budaya militer dan politik yang berbeda, dan ini juga berarti
ada 26 perbedaan dalam realitas konstitusional. Kami perlu memperhitungkan
hal-hal semacam itu, tapi kami tidak dapat menolak anggapan bahwa beberapa
sekutu kami hanya memiliki tanggung jawab terbatas dan hanya pada wilayah
tertentu. Afghanistan adalah sebuah negara. Negara itu adalah sebuah wilayah
strategis bagi NATO. Kami perlu sebuah strategi NATO,”
[Jaap de Hoop Scheffer, Sekjen NATO, 29 Februari, 2008]
[Jaap de Hoop Scheffer, Sekjen NATO, 29 Februari, 2008]
[2] Kredibilitas PBB:
kegagalan pada perang Irak dan kegagalan resolusi nomor 2 bersama dengan opini
public dunia yang negatif telah amat merusak image PBB di mata orang banyak.
Terlebih lagi, diperlukannya kesemua 5 veto Negara anggota tetap Dewan Keamanan
sebenarnya menghalangi AS untuk mencapai tujuan-tujuan politik luar negerinya.
[3] Terlalu banyaknya
birokrasi didalam banyak institusi-institusi semacam ini seperti tercapainya
voting dengan suara bulat yang diperlukan untuk segala sesuatu telah menjadi
kenyataan.
[4] Kegagalan yang
menghinakan dari Barat pada perang-perang di Irak/Afghanistan dalam meraih
dukungan masyarakat dari Dunia Islam
[5] Bangkitnya Islam
dan tantangan-tantangan masa depan dari aktor-aktor non-negara
Visi Baru Bagi NATO
Dengan memperhitungkan hal-hal di atas,
perubahan-perubahan radikal ditekan oleh para pejabat AS dan mereka yang
terkait dengan struktur komando NATO yang akan secarfa fundamental meluruskan
kembali NATO dan ini berarti bahwa bisa menjadi daya perubahan politik dan
militer yang utama. Jika perubahan-perubahan ini terjadi, dalam beberapa tahun
kedepan NATO akan memiliki suatu:
- Jangkauan global dengan tidak ada batasan di dunia ini
- Bereaksi dengan segera dan cepat atas ancaman-ancaman dan lawan-lawannya
- Badan kunci untuk pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik
Terlebih lagi, AS pada saat ini melihat kepentingan
pertahanan dan keamanan yang terjalin dengan perannya di dalam NATO dan aliansi
dan kemitraan NATO yang lebih luas. Dalam Quadrennial review tahun 2006, sebuah
review empat tahunan yang dibuat oleh departemen pertahanan AS, dibicarakan
soal perang yang panjang (perang ideologi) dengan NATO yang mengambil beban
untuk menyelesaikan permasalahan masa kini.
Visi AS bagi NATO secara jelas menggambarkan pendekatan
dunia dengan NATO yang memiliki jangkauan global. Dubes AS untuk PBB, Victoria
Nuland, telah menjadi instrument dalam membentuk kebijakan AS. Dalam the
Financial Times, dia menulis bahwa NATO harus “menjangkau seluruh planet
kita…di barisan utama dalam menghadapi konfrontasi abad ke 21 “ dan
sebuah….“kekuatan militer yang bisa dikerahkan secara global” yang mampu
beroperasi dimana saja dari Afrika hingga Timur Tengah dan di luar itu…“sekarang
ia telah menjadi hewan yang sama sekali berbeda “
[Victoria Nuland, Dubes AS untuk NATO, Financial Time, 24 January 2006]
[Victoria Nuland, Dubes AS untuk NATO, Financial Time, 24 January 2006]
Selain itu, para arsitek dari perubahan arah kebijakan
NATO itu melihat Negara-negara NATO menjadi Negara-negara yang bertanggung
jawab bagi penyelesaian konflik internasional, pasukan perdamaian dan memerangi
terorisme. Nuland berkomentar soal isu yang mungkin memerlukan konfrontasi, dia
mengatakan,
“dimanapun dan kapanpun konfrontasi itu mungkin terjadi
“….. “NATO haruslah menjadi tempat dimana kita bisa berbicara mengenai semua
isu yang mempengaruhi masa depan kita – Timur Tengah, Irak, Korea Utara, China,
Iran, hanya menyebutkan sedikit contoh ,”
[Victoria Nuland, Pertemuan Puncak NATO di Riga 2006]
[Victoria Nuland, Pertemuan Puncak NATO di Riga 2006]
dan juga,
“Ancaman bagi keamanan dan kesejahteraan dari Aliansi Atlantik dapat datang dari mana saja… NATO harus memiliki angkatan bersenjata yang dipersiapkan untuk menangkis dari manapun ancaman itu muncul.” [Wakil Menlu AS untuk Urusan Politik Marc Grossman, 11 November 2003 ]
“Ancaman bagi keamanan dan kesejahteraan dari Aliansi Atlantik dapat datang dari mana saja… NATO harus memiliki angkatan bersenjata yang dipersiapkan untuk menangkis dari manapun ancaman itu muncul.” [Wakil Menlu AS untuk Urusan Politik Marc Grossman, 11 November 2003 ]
Dalam contoh yang paling jelas atas tekanan yang dibawa
atas masa depan NATO, sebuah dokumen yang tebalnya 150 halaman telah
diterbitkan pada awal tahun ini, yang bersamaan dengan Pertemuan Puncak NATO di
Bucharest, ditulis oleh dari lima jendral yang telah pensiun yang dipimpin oleh
John Shalikashvalli komandan tertinggi Angkatan Bersenjata di Eropa di bawah
Bill Clinton.
Dalam laporan itu, para jendral menganjurkan penelaahan
ulang atas struktur pembuat keputusan NATO untuk memerangi meningkatnya
fanatisme politik dan fundamentalisme agama dan mengakui ancaman masa depan
yang datang dari “pusat ekonomi yakni India dan China dan Islam radikal”.
Mereka mengajukan usualan bahwa
- Negara-negara yang tidak berkomitmen untuk menyediakan pasukan tidak bisa terlibat dalam memberikan keputusan operasi
- Negara-negara yang tidak berkomitmen untuk menyediakan pasukan harus berbagi beban kerja dengan para anggota NATO lainnya
- NATO memiliki wewenang untuk menggelar kekuatan militer tanpa perlu resolusi Dewan Keamanan PBB
- Mengakhiri veto-veto nasional pada keputusan-keputusan utama dan diganti dengan voting mayoritas [yang tentu saja menguntungkan AS karena banxak Negara anggota NATO seperti Polandia adalah Negara satelit AS]
- Hak untuk menggelar serangan nuklir pendahuluan yang pertama jika diperlukan
NATO Berada pada Garda Depan Perang Ide
Di saat yang sama mulai dari dibentuknya kembali respon
militer Barat hingga ancaman dan lawan-lawannya, melalui NATO, para arsitek
arah NATO yang baru ini melihat adalah amat penting untuk terlibat dalam
kampanye meraih dukungan dan simpati dari Dunia Islam. Para perencana NATO
mengakui bahwa misinya di Afghanistan dengan alas an mengalahkan Taliban
sebenarnya adalah sesuatu yang lebih besar daripada hanya sekedar hal itu.
Dubes Nuland menyatakan,
“Misi Afghanistan adalah sebuah investasi pada kemanan
kolektif kita…..Jika kita melakukannya dengan benar di Hindu Kush kita juga
akan menjadi lebih kuat di kemudian hari kita terpanggil untuk mempertahankan
keamanan dan nilai-nilai kita walaupun amat jauh dari negeri sendiri,”
[Victoria Nuland, 1 Feb 2008]
[Victoria Nuland, 1 Feb 2008]
Barat dan NATO dengan arogansi mereka juga berasumsi
bahwa mereka mampu merubah dan merevisi pemikiran dan opini di Dunia Islam.
Sekjen NATO sesumber dengan mengatakan,
“Keterlibatan kita di Afghanistan adalah sebuah keterlibatan bagi sebuah Islam yang moderat” dan “Kita hanyalah memberikan Islam moderat kesempatan yang layak disandangnya…. dan komunitas internasional mendukung orang-orang yang melepaskan diri dari cengkraman kaum radikal dan dari cengkraman kaum ekstrimis.”
[Jaap de Hoop Scheffer, 29 February, 2008]
“Keterlibatan kita di Afghanistan adalah sebuah keterlibatan bagi sebuah Islam yang moderat” dan “Kita hanyalah memberikan Islam moderat kesempatan yang layak disandangnya…. dan komunitas internasional mendukung orang-orang yang melepaskan diri dari cengkraman kaum radikal dan dari cengkraman kaum ekstrimis.”
[Jaap de Hoop Scheffer, 29 February, 2008]
Sebagian orang di belakang visi ekspansionis global NATO
adalah bahwa para ideolog di Barat itu dapat menciptakan pendirian yang sama
dan benteng masa depan melawan orang-orang yang memiliki pandangan dan
keyakinan yang berbeda. Dalam hal ini, NATO telah memperluas kekuasaanya ke
sebagian Asia, Pasifik, Eropa bagian Selatan dan diluar itu.
“Jika kita merunut garis antara Barat dan yang lainnya,
kita dapati Israel ada di sisi yang sama dengan Eropa, AS, Jepang dan
Australia. Kita mempertahankan nilai-nilai yang sama melawan musuh-musuh yang
sama “
[Mantan Perdana Menteri Spanyol, Jose Maria Aznar, Jerusalem, Oktober 2006]
[Mantan Perdana Menteri Spanyol, Jose Maria Aznar, Jerusalem, Oktober 2006]
Lebih khusus lagi, meningkatnya tuntutan bagi pendirian
Khilafah di Dunia Islam telah memberikan pertanda akan terjadinya pendekatan
yang lebih keras yang dilakukan oleh Barat ketika Barat kalah dalam peperangan
itu. Bush junior mengatakan,
” Kita memerangi musuh-musuh kita di luar negeri dan
tidak menunggu mereka untuk tiba di negeri kita. Kita mencari jalan untuk
membentuk dunia, dan bukannya dibentuk oleh dunia; untuk mempengaruhi
peristiwa-peristiwa untuk menjadi lebih baik daripada hanya menjadi belas
kasihan mereka “
[Presiden Bush, 16 Maret 2006, Washington Post]
[Presiden Bush, 16 Maret 2006, Washington Post]
Seperti juga dia menyatakan bahwa,
“Perubahan yang sebenarnya bagi masa depan adalah untuk
membantu masyarakat yang moderat untuk mampu menghadapi ancaman-ancaman kaum
radikal dan ekstrimis “
[Presiden Bush, Oval Office, Oktober 2006 dalam pertemuan dengan Sekjen NATO Jendral de Hoop Scheffer]
[Presiden Bush, Oval Office, Oktober 2006 dalam pertemuan dengan Sekjen NATO Jendral de Hoop Scheffer]
Apa arti semua ini?
- Barat, yang dipimpin oleh AS, sedang memobilisasi opini publik yang sebesar-besarnya untuk melawan Islam politik dan perlunya untuk melakukan intervensi, jika diperlukan, di Dunia Islam
- Negara itu sedang mengembangkan sistim reaksi militer cepat melalui NATO yang dapat memberikan alasan untuk melakukan intervensi kapanpun dia mau dengan cepat dan mematikan dengan kekuatan yang amat besar
- Dunia Islam harus menyadari bahwa gaya tarik situasi yang sedang dihadapi sendiri ini dan luasnya cakupan ancaman baik secara ideology maupun militer yang menumpuk
- Untuk merespon sikap Barat yang agresif ini, Khilafah yang pernah berdiri itu perlu untuk mengambil tindakan-tindakan preventif untuk memerangi ambisi colonial Barat dan lembaga-lembaganya seperti NATO
- Kaum Muslim di seluruh dunia dapat dan harus melanjutkan untuk mengungkap motif-motif kolonialis dan imperialistis NATO, Negara-negara yang membentuk bagian darinya, dan rencana-rencana masa depannya sambil mempertentangkannya dengan pandangan yang ditawarkan pada dunia oleh Khilafah dalam menyelesaikan permasalahan kemanusiaan. (Abu Asma, Khilafah.Com, Terjemahan: Riza Aulia)
ConversionConversion EmoticonEmoticon