- Pendahuluan
Pendidikan
bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia
dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untukmaju, sejahtera
danbahagia.
Segera setelah anak dilahirkan dan sebelum dilahirkan sudah terjadi proses belajar pada diri anak, hasil yang diperolehnya adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta pemenuhan kebutuhannya. Oleh sebab itulah pendidikan dapat disebut sebagaibudayanyamanusia.
Di samping itu, pendidikan juga diakui sebagai suatu usaha untuk menumbuhkan serta mengembangkan potensi ke arah yang positif. Pendidikan bukan semata-mata mengembangkan ranah kognitif tetapi harus pula mengembangkan ranah afektif dan psikomotorik. Dalam arti konkret pendidikan harus mengembangkan pengetahuan, kepribadian dan keterampilan. Justru itu menurut Noeng Muhadjir, pendidikan meliputi aktivitas interaktif antara pendidik dan subyek didik untuk mencapai tujuan baik dengan cara baik dan dalam konteks yang positif. Artinya suatu program pendidikan harus mengimplisitkan nilai (value) di dalamnya.
Segera setelah anak dilahirkan dan sebelum dilahirkan sudah terjadi proses belajar pada diri anak, hasil yang diperolehnya adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta pemenuhan kebutuhannya. Oleh sebab itulah pendidikan dapat disebut sebagaibudayanyamanusia.
Di samping itu, pendidikan juga diakui sebagai suatu usaha untuk menumbuhkan serta mengembangkan potensi ke arah yang positif. Pendidikan bukan semata-mata mengembangkan ranah kognitif tetapi harus pula mengembangkan ranah afektif dan psikomotorik. Dalam arti konkret pendidikan harus mengembangkan pengetahuan, kepribadian dan keterampilan. Justru itu menurut Noeng Muhadjir, pendidikan meliputi aktivitas interaktif antara pendidik dan subyek didik untuk mencapai tujuan baik dengan cara baik dan dalam konteks yang positif. Artinya suatu program pendidikan harus mengimplisitkan nilai (value) di dalamnya.
II.
Pembahasan
A. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik
salah satu komponen dalam pendidikan Islam. Peserta didik merupakan “raw
material” (bahan mentah) di dalam
proses transformasi yang disebut pendidikan. Berbeda dengan komponen-komponen
lain dalam sistem pendidikan karena kita menerima “materil” ini sudah setengah
jadi, sedangkan komponene-komponen lain dapat dirumuskan dan disusun sesuai
dengan keadaan fasilitas dan kebutuhan yang ada.[1]
Peserta didik
formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan
baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan cirri
dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Pertumbuhan menyangkkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.[2]
Menurut pasal 1
ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, P eserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
prases pendidikan pada jalur jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
Syamsul Nizar[3]
mendeskripsikan lima kriteria peserta didik :
1) Peserta
didik bukanlah miniature orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2) Peserta
didik memiliki pperiodisasi perkebangan dan pertumbuhan .
3) Peserta
didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan
oleh factor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4) Peserta
didik merupakan dua unsure utama jasmani dan rohaniunsur jasmani memiliki daya
fisik dan unsure rohani memiliki daya akal hati, nurani dan nafsu.
5) Peserta
didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dikembangkan dan berkembang secara
dinamis.
Di
dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek juga sebagai
subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam proses pendidikan,
maka ia harus memhami peserta didik dengan segala karakteristiknya. Diantara
aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu : (1) kebutuhannya, (2) dimensi-dimensinya,
(3) intelegensinya, (4) kepribadiannya.[4]
B.
Kebutuhan
Peserta Didik
Banyak
kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh peserta didik, diantaranya :
1)
Kebutuhan Fisik
Fisik
peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang cepat terutama pada masa
pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum, istirahat, dimana hal
ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya. Peserta didik remaja lebih banyak
porsi makannya dibandingkan anak-anak, dan orang dewasa atau tua. Dengan adanya
kebiasaan hidup bersih dan olahraga secara teratur dapat membantu menjaga
kesehatan perkembangan tubuh peserta didik.
2) Kebutuhan
Sosial
Kebutuhan
social yaitu kebutuhan langasung dengan masyarakat agar peserta didik dapat
berinteraksi dengan masyarakat
lingkungannya, seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga
supaya dapat diterima ole orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya,
guru-gurunya, dan pemimpin-pemimpinnya.
3) Kebutuhan
untuk mendapatkan status
Peserta
didik terutama pada usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya
berguna bagi masyarakat. Kebanggaan terhadap diri sendiri, baik dalam
linngkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Peserta didik juga butuh kebanggaan untuk diterima dan dikenal sebagai
individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya, karena penerimaan dan
dibanggakan kelompok sangat penting bagi peserta didik dalam mencari identitas
diri dan kemandirian.[5]
4) Kebutuhan
Mandiri
Peserta
didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan dari orang
tuanya dan mencoba untuk mengarahkan mendisiplinkan dirinya sendiri. Ia ingin
bebas dari perlakuan orang tuanya yang terkadang terlalu berlebihan dan
terkesan sering mencampuri urusan mereka yang menurut mereka bisa diatasi
sendiri. Walaupun satu waktu mereka masih menginginkan bantuan orang tua.[6]
C. Dimensi-Dimensi Peserta Didik
1. Dimensi
Fisik (Jasmani)
Menurut
Widodo Supriyono, manusia meruakan makhluk multidemonsional yang berbeda dengan
makhluk-makhluk lainnya. Secar garis besar ia membagi manusia pada dua dimensi
yaitu dimensi fisik dan rohani. Secara rohani, manusia mempunyai potensi
kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut Nampak dalam
bbentuk memahami sesuatu (ulil albab), dapat berpikir/merenung,
mempergunakan akal dll.[7]
Zakiah
Drajat,[8]
membagi manusia pada tujuh dimensi pokok yang masing-masing dapat dibagi kepada
dimensi-dimensi kecil. Ketujuh dimensi tersebut adalah : dimensi fisik, akal,
agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan social kemasyarakatan.[9]
Semua dimensi tersebut harus ditumbuh kembangkan melaui pendidikan Islam.
a. Pendidikan
Fisik (Jasmani)
Fisik
atau jasmani terdiri atas organism fisik. Organism fisik manusia lebih sempurna
dibandingkan dengan oraganisme-organisme makhluk-makhluk yang lainnya. Pada
dimensi ini, proses penciptaan manusia proses pencitaan manusia memiliki
kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan, sebab semuanya bagian dari alam. Setiap
alam biotik, memiliki unsure material yang sama, yakni terbuat dari unsure
tanah, api, udara, dan air. Hasil penelitian membuktikan bahwa jasad manusia
tersusun dari sel-sel berbentuk dari bagian-bagian yang disebut organel
yang tersusun dari molekul-molekul senyawa unsure-unsur kimiawi yang terdapat
di bumi. Namun manusia merupakan makhluk biotic yang unsure-unsur pembentukan
materialnya bersifat professional antara keempat unsure tersebut sehingga
manusia disebut sebagai makkhluk yang sempurna dan terbaik ciptaannya.
Firman
Allah :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
“ Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. al-Tin : 4)
Keempat
unsur-unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak hidup). Ia akan hidup
jika diberi energy kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-jismiyah). Energy
kehidupan ini lazimnya disebut nyawa. Karena nyawa manusia hidup. Ibnu Maskawih
menyebut energy tersebut dengan al-hayat (daya hidup).[10]
Sedangkan
al-Ghazali menyebutnya dengan ruh jasmaniyah (ruh material), daya hidup
ini merupakan vitalitas ini tergantung sekali pada konstruksi fisik seperti
susunan sel, fungsi kelenjarm pencernaan dan sebagainya.
D. Intelegensi Peserta Didik
Intelegensi
(kecerdasan) dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut
al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan
sesuatu. Dalam arti kemampuan (al-qudrah) dalam memahami segala sesuatu dengan
cepat dan sempurna.[11]
Crow
and Crow, mengemukakan bahwa intellegensi berarti kapasitas dari seorang
individu yang dapat dilihat pada kesangggupan pikiran dalam mengatasi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baik keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan
dengan problem-problem dan kondisi baru dalam kehidupan. Pengertian ini tidak
menyangkut dalam dunia akademik, tetapi luas, menyangkut kehidupan non-akademik,
seperti masalah-masalah artistic dan tingkah laku social.[12]
Pada
mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intelect)
dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan
aspek-aspek kognitif (al-majal al-ma’rifi). Namun pada perkembangan
berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi
struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu tempat tersendiri
untuk menumbuhkan aspek-aspek efektif (al-infi’ali), seperti kehidupan emosional,
moral, spiritual dan agama. Pada saat ini pemahaman kecerdasan itu sudah
berkembang diantaranya : (1) kecerdasan intelektual, (2) kecerdasan
emosional, (3) kecerdasan spiritual, dan kecerdasan kalbu. Semua jenis
kecedasan ini perlu dikembangkan dalam pendidikan Islam.[13]
E. Kepribadian Peserta Didik
1.
Pengertian
kepribadian dan cirri-cirinya
Menurut
para ahli pengertian kepribadian adalah sebagai berikut :
a) Allport,
mendefinisikan kepribadian adalah: “Susunan yang dinamis didalam sistem
psiko-fisik (jasmani-rohani) seorang individu menentukan perilaku dan
pikirannya yang berciri khusus”.
b) Menurut
W. Stern kepribadian adalah: “suatu kesatuan banyak (Unita multi compleks) yang
diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu dan
c) Hartmann
mendefinisikan kepribadian berupa, “susunan yang terintegrasikan dalam corak
khas yang tegas yang diperhatikan kepada orang lain.”
Dari
seluruh definisi yang telah dikemukakan diatas Wheterington menyimpulkan bahwa
kepribadian mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
a) Manusia
karena keturunannya pertama sekali hanya merupakan individu dan kemudian
barulah merupakan suatu pribadi karena pengaruh belajar dan lingkungan
sosialnya.
b) Kepribadian
adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasi dan
bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu.
c) Kata
kepribadian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang
lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang social seseorang.
d) Kepribadian
tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statis, seperti bentuk badan atau ras
tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku sesorang.[14]
Untuk
mengantisipasi teori psikologi Barat
tersebut Fadhil al-Djamaly,[15]
menggambarkan kepribadian muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang hidup
bersama Allah dalam tingkah laku hidupnya, dan tanpa akhir ketinggiannya. Dia
hidup dalam lingkungan yang lebih luas tanpa batas kedalamnya, dan tanpa akhir
ketinggiannya. Dia mampu menangkap makna ayat yang menyatakan:
Dalam
firman Allah yang artinya :
“
…. Aku akan menunjukkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran-Ku di ufuk langit
dan di dalam dirinya sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Allah itu
benar.” (Hamim al-Sajadah : 41)
Kepribadian
muslim seperti digambarkan di atas mempunyai hubungan yang erat dalam suatu
lingkaran hubungan yang meliputi : (1) Allah, (2) Alam, (3) Manusia.
2. Macam-Macam
Kepribadian Muslim
Berangkat
dari kepribadian muslim di atas, maka kita dapat membagi kepribadian muslim
tersebut kepada dua macam yaitu :
(1) Kepribadian
kemanusiaan (basyariah), dan
(2) Kepribadian
kewahyuan (samawi)
(1) Kepribadian
kemanusiaan dibagi kepada dua bagian yaitu :
a. Kepribadian
individu; yang meliputi cirri khas seseorang dalam bentuk sikap dan
tingkah laku serta intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga
ia berbeda dengan orang lain.
Firman
Allah SWT :
Artinya:
“Perhatikanlah
bagaimana kami lebihkan mereka sebagian atas sebagian.”
(Q.S. Bani Israil: 122)
b. Kepribadian
ummah; yang meliputi cirri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah
(bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang
berbeda dengan ummah lainnya, memiliki cirri khas kelompok dan memiliki
kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik
ideology maupun lainnya yang dapat member dampak negative.
Firman
Allah SWT :
Artinya:
“kami
jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya saling kenal-mengenal…
(Q.S. Al-Hujurat: 30).
(2) Kepribadian
samawi (kewahyuan) yaitu corak kepribadian yang dibentuk melalui
petunjuk wahyu dalam kitab suci al-qur’an, yang antara lain difirmankan Allah
sebagai berikut :
Artinya:
“dan
bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalannya, yang demikian itu diperintahkan Allah
kepada kamu agar kamu bertaqwa.”
F. Etika Peserta Didik
Etika
peserta didik merupakan suatu yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran
baik secara langsung maupun tidak langsung, al-Ghazali merumuskan ada beberapa
kewajiban peserta didik, diantaranya:
1) Belajar
dengan niat ibadah dengan niat taqarub kepada Allah, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan dirinya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela (QS. 51:56, 6”163)
2) Mengurangi
kecendrungan pada duniawi dibandingkan dengan masalah ukhrawi (QS. 93:4)
3) Bersikap
tawadhu’ dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan
pendidikannya.
4) Menjaga
pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbaai aliran
5) Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji, baik unntuk ukhrawi maupun duniawi.[16]
Sementara
itu Asma Hasan Fahmi mengemukakan etika
yang harus diketahui, dimiliki serta dipahami oleh peserta didik supaya dia
dapat belajar dengan baik dan dapat keredaan dari Allah SWT.
1) Peserta
didik hendaknya membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
2) Tujuan
belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sikap
keutamaan.
3) Memiliki
kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat.
4) Setiap
peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
5) Peserta
didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.
- Penutup dan Kesimpulan
Peserta
didik formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan
merupakan cirri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang
pendidik. Pertumbuhan menyangkkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
Di
dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek juga sebagai
subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam proses pendidikan,
maka ia harus memhami peserta didik dengan segala karakteristiknya. Diantara
aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu : (1) kebutuhannya, (2)
dimensi-dimensinya, (3) intelegensinya, (4) kepribadiannya.
DAFTAR PUSTAKA
al-Djamily, Fadhil, dalam M. Arifin,
Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1991).
Drajat, Zakiah, Pendidikan
Islam dalam keluarga dan sekolah, (Jakarta: Ruhama).
Seregar, Marasudin, pendidikan Ibnu
Khaldun, suatu analisa fenomenologi, (Jogyakarta : Pustaka Pelajar)
Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan,
Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: remaja rosda karya, 1995).
Muhibbin syah, psikologi
pendidikan, suatu pendekatan baru, (Bandung: remaja rosda karya, 1995), hlm.
665.
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Widodo Supriyono,
Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996)
[1]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 77.
[2]
Ibid,
[3]
Ibid,
[4]
Ibid,
[5]
Ibid, hlm. 79
[6]
Ibid,
[7]
Widodo Supriyono, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 179-181.
[8]
Zakiah Drajat, Pendidikan Islam dalam keluarga dan sekolah, (Jakarta:
Ruhama).
[9]
Marasudin seregar, konsepsi pendidikan Ibnu Khaldun, suatu analisa
fenomenologi, (Jogyakarta : Pustaka Pelajar), hlm. 80
[10]
Muhibbin syah, psikologi pendidikan, suatu pendekatan baru, (Bandung:
remaja rosda karya, 1995), hlm. 665.
[11]
Lok. Cit. Ramayulis, hlm. 96-97.
[12]
Ibid,
[13]
Ibid,
[14]
Ibid, hlm. 110.
[15]
Fadhil al-Djamily, dalam M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991), hlm. 170.
[16]
Abdul Mujib dalam Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia,
2004) hlm. 98
ConversionConversion EmoticonEmoticon