PENDAHULUAN
Hal terpenting mempelajari sebuah
agama adalah sumber ajarannya. Banyak agama yang terkejut ketika ditanya, apa
sumber ajarannya yang anda peluk. Bagi orang islam, sumber ajarannya al-qur’an
serta hadis nabi. Untuk memahami makna dari al Qur’an harus mengerti berbagai
yang berkaitan dengannya. Begitupula Hadis.
Pada kesempatan kali penulis diberi kesempatan
untuk memberikan pemahaman tentang hadis yang berkaitan dengan al qur’an.
Semoga penjelasan yang dapat memberikan kepada para pendengar dan pembaca.
PEMBAHASAN
1.
Konfimasi Hadis Dengan Dalil Al Qur’an
Semenjak masa sahabat, untuk menguji
kebenaran sebuah Hadis apakah benar-benar dari Rasulullah SAW., al Qur’an
dijadikan sebagai tolok ukurnya. Dalam riwayat disebutkan, Umar bin al Khattab, beliau mempertanyakan dan kemudian menolak hadis
yang diriwayatkan oleh Fatimah bin Qais yang menyatakan bahwa wanita yang dicerai
tidak berhak menerima uang nafkah (dari mantan suaminya). Menurut Umar (matan) hadis tersebut, bila dibandingkan
tidak sejalan dengan bunyi ayat al-Qur'an.hadist[1].
Sebagaimana sering disebutkan bahwa
Hadis itu catatan tentang kehidupan Rasulullah SAW, maka teori besarnya, Hadist
berfungsi atau menjadi contoh bagaimana melaksanakan ajaran al Qur’an. Kalau al
Qur’an itu bersifat konsep, maka Hadis lebih bersifat operasional dan
operasional.sering kali hadis itu berupa reaksi spontan[2].
Ada kalanya jawaban atas pertanyaan sahabat, teguran, petunjuk dan contoh
prilaku ibadah tertentu. Itu mengesankan bahwa Hadis itu “parsial”, dalam arti
informasinya terlepas dari ide besar al Qur’an karena itu ketika kita ragu
terhadap sebuah Hadis maka kita boleh bersikap bahwa kalau memang ia benar dari
Rasulullah, tidak akan bertentangan dengan al Qur’an. Hadis yang sedang
dicermati perlu didudukkan sebagai penjelas ajaran al Qur’an dalam surat apa
dan ayat yang mana. Oleh karena itu keterkaitan Hadis dengan al Qur’an memiliki
hubungan yang sangat erat melalui fungsi-fungsinya. Maka perlu dijelaskan
fungsi-fungsinya terhadap al Qur’an yaitu sebagai berikut[3] :
1.
Bayân Taqrîr
Posisi Hadis sebagai penguat atau memperkuat keterangan al Qur’an.
Sebagian ulama menyebut bayân ta’kid atau bayan taqrir. Artinya
hadis menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al Qur’an. Misalnya Hadis tentang
shalat, zakat, puasa, dan haji menjelaskan ayat-ayat tentang hal itu juga :
حدثنا عبيد الله بن موسى قال اخبرنا حنظلة بن
أبي سفيان عن عكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( بني
الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء
الزكاة والحج وصوم رمضان(. (أخرجه البخارى)[4]
Hadis tersebut memperkuat keterangan perintah shalat, zakat, dan
puasa dalam al Qur’an surah al Baqarah (2) : 83 dan 183. Dan perintah haji pada
surah Ali Imran : 97.
2.
Bayân Tafsîrl
a.
Tafshil al mujmal
Hadis memberi
penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al Qur’an yang bersifat global,
baik menyangkut masalah ibadah maupun hokum, sebagai ulama menyebut bayan
tafshil atau bayan tafsir. misalnya perintah shalat pada beberapa
ayat dalam al Qur’an hanya menerangkan secara global kemudian perinci oleh
hadis Nabi :
خْبَرَنَا
أَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ الْمُزَكِّى حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ
: مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانُ
الْمَرَادِىُّ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
الثَّقَفِىُّ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِى قِلاَبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو سُلَيْمَانَ :
مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى ،
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ، وَلْيَؤُمَّكُمْ
أَكْبَرُكُمْ ». رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
الْمُثَنَّى عَنْ عَبْدِ الْوَهَّابِ. [5]
b.
Takhsîsh al ‘A m
Hadis
mengkhususkan ayat-ayat al Qur’an yang umum, sebagian ulama menyebut bayan
takhsish. Misalnya ayat tentang waris dalam surah al Nisa (4) : 11. Ayat
tersebut memiliki kandungan menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap ahli
Waris, baik laki-laki, anak perempuan, satu dan atau lebih dari satu dan
seterusnya . Ayat tersebut bersifat umum kemudian dikhusukan dengan hadis Nabi
yang melarang mewarisi harta peninggalan para Nabi, berlainan agama dan
pembunuh.
c.
Taqyid al Muthlaq
Hadis membatasi
kemutlakan ayat-ayat al Qur’an. Artinya, al Qur’an keterangannya secara mutlaq,
kemudian di takhsish dengan hadis yang khusus. Sebagian ulama menyebut bayan
taqyid. Misalnya firman Allah SWT.
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ[6]
Pemotongan
tangan pencuri dalam ayat diatas secara mutlak tanpa adanya penjelasan tentang
had pemotongan tersebut. Lalu pembatasan dijelaskan oleh Hadis Nabi. Yaitu
ketika ada seseorang pencuri dating ke hadapan Nabi dan diputuskan hukuman
dengan pemotongan tangan, maka dipotong pada pergelangan tangan.
3.
Bayan Naskhi
Hadis
menghapus hokum yang diterangkan dalam al Qur’an.seperti disebutkan dalam al
Qur’an yang menerangkan kewajiban wasiat :
كُتِبَ
عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ
لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Ayat
diatas di Nasakh dengan Hadis Nabi :
حَدَّثَنَا
هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ شَابُورَ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى
سَعِيدٍ أَنَّهُ حَدَّثَهُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ إِنِّى لَتَحْتَ
نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسِيلُ عَلَىَّ لُعَابُهَا
فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ أَلاَ
لاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ[7]
4.
Bayan Tasyri’i
Hadis menciptakan hukum syari’at yang belum dijelaskan oleh al
Qur’an. Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi sunnah sebagai dalil sesuatu
hal yang tidak disebutkan dalam al Qur’an. Mayoritas dari mereka berpendapat
bahwa sunnah berdiri sendiri sebagai dalil hukum dan yang lain berpendapat
bahwa sunnah menetapkan dalil yang terkandung secara implisit dalam teks al
Qur’an
Dalam Hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan al Qur’an,
ia bukan penjelas dan bukan penguat. Tetapi sunnah sendirilah yang menjelaskan
sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam ayat-ayat al Qur’an
sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam ayat al Qur’an.
2.
Aplikasi Hadis yang dikonfirmasikan dengan dalil Al Qur’an
Telah dibahas diatas untuk meneliti
keabsahan matan suatu Hadis adalah dengan menghadap Hadis tersebut dengan al
Qur’an. Bila hadis telah memperoleh penilaian maqbul dan diterima
kehujjahannya, namun konsep yang dikandung diduga berlawanan dengan petunjuk sharih
al Qur’an, yakni dalalah yang mahkum,maka rumusan konsep
hadis harus berpihak pada eksplisitas al Qur’an[8].
Berbeda halnya bila antara konsep yang berasumsi kontroversial itu sama-sama
berasal dari ungkapan hadis dan ayat yang berdalalah zhanni karena unsur mutasyabih (metaforis), bangunan konsep seyogyanya
diarahkan ke ta’wil (interpretasi alorgis). Selanjutnya kami akan memberi
beberapa hadis yang dikonfimasikan dengan ayat al Qur’an :
a.
Hadis
tentang proses penciptaan alam semesta, hadis ini ketika dihadapkan pada ajaran
al Qur’an menimbulkan keraguan akan faliditasnya :
عن
أبى هريرة قال أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم: خلق الله التربة يوم السبت وخلق
فيها الجبال يوم الأحد وخلق الشجر يوم الإثنين وخلق المكروه يوم الثلثاء وخلق
النور يوم الأربعاء و بث فيه الدواب يوم الخميس وخلق أدم عليه السلام بعد العصر من
سوم الجمعة فى أخر ساعة من ساعات الجمعة فيما بين العصر والليل
Hadis ini menyatakan bahwa allah
menciptakan tanah pada hari sabtu, menjadikan gunung hari ahad, mencipta pohon
hari senin, mencipta sesuatu yang tidak menyenangkan hari selasa, mencipta
cahaya hari sabtu, menyebar hewan ternak hari kamis, dan mencipta adam Asar
hari Jum’at. Informasi hadis ini berbeda dengan yang ada dalam al Qur’an yang
berbunyi :
إِنَّ
رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ
الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Ayat diatas menyatakan bahwa allah SWT.
Menciptakan langit dan bumi selama enam hari, bukan tujuh hari seperti yang
disebutkan dalam dalam hadis. Kalau hadis ini hanya menyebut penciptaan bumi
dan seisinya, maka al Qur’an menyebutkan penciptaan bumi dan seisinya. Jadi
kandungan Hadis ini dinilai menyimpang dari informasi al Qur’an. Maka Ibn
Qoyyim berpendapat, ada kesalahan dalam riwayat/penyandaran hadis tersebut.
Seharusnya Hadis ini disandarkan kepada Ka’b al Akhbar (pendeta yahudi yang
masuk islam di masa kekhalifahan Umar bin al Khattab) bukan kepada Nabi.
Pendapat senada dikemukan oleh Imam al Bukhori begitu pula dengan Hadis yang
berbicara tentang matahari terbenam. Hadis semacam ini menimbulkan kecurigaan
akan kesalahan persepsi periwayat ketika menerima hadis seperti ini perlu
ditinjau ulang secara terbuka, tidak dipengaruhi oleh prakonsepsi paham
tertentu
b.
Pembenaran Rasulullah atas jawaban budak
perempuan Muawiyah bin al Ahkam al Sulami terdapat pertanyaan aina allah ?
dijawab singkat oleh yang bersangkutan fi al sama’i. dialog dengan unsur
narasi seperti terkoleksi salam Shahih Muslim, Sunan al Baihaqi, Muwatta’,
Musnad Ahmad, Sunan Abi Dawud dan Sunan Al Nasa’I. implikasi teks dan jawaban
budak tersebut mengandung faham Tajsim dan Tuhan dikonsepkan mengambil
tempat. Akan tetapi konsep tersebut bertemu gaya metaforis ungkapan Qs. Al Mulk
17.
أَأَمِنْتُمْ
مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
Dan Qs. Al Fathir 10.
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ
الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
Oleh karena itu nuansa metaforis tampak
pada ungkapan Hadis dan al Qur’an, maka konsep pemaknaan yang ditawarkan adalah
pembenaran Rasulullah SAW atas jawaban budak tersebut kondusif dan relevan
sesederhana keyakinannya. Yang penting budak perempuan tersebut telah
benar-benar mengakui Allah minimal dalam narasi Verbal yang mengangkat dialog
itu terjadi penyaduran, karena tidak semua koleksi Hadis menyertakan penggal
pertanyaan aina allah.
PENUTUP
Keontetikan
suatu Hadis perlu diuji kembali apabila hadis tersebut bertentangan dengan al
qur’an. Hal dapat dilakukan dengan menghadapkan Hadis tersebut dengan al Qur’an
secara teliti dan cermat.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Qur’an al Karim
Abbas.
Hasjim. Kritik matan Hadis. Teras: Yogyakarta. 2004.
Muslim.
Shahih muslim. (CD Room Maktabah Syamilah)
Zuhri.
Prof, Dr. Muh. Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran metodologis. LESFI: Jakarta.
2003.
Khon,
Abdul Majid. ‘Ulum al Hadis. Amzah : Jakarta. 2008.
Bukhori.
Shahih Bukhori (CD Room Maktabah
Syamilah)
Ibn
Majah. Sunan Ibn Majah Bab: La Washiyyata Li Warits. 8:2818 (CD
Room Maktabah Syamilah)
[1]
Muslim. Shahih muslim. Bab : al Mutholallaqot tsalast. 4:3783. Riwayat
tersebut berbunyi :
وَحَدَّثَنَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ
جَبَلَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ عَنْ أَبِى
إِسْحَاقَ قَالَ كُنْتُ مَعَ الأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ جَالِسًا فِى الْمَسْجِدِ
الأَعْظَمِ وَمَعَنَا الشَّعْبِىُّ فَحَدَّثَ الشَّعْبِىُّ بِحَدِيثِ فَاطِمَةَ
بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمْ يَجْعَلْ لَهَا
سُكْنَى وَلاَ نَفَقَةً ثُمَّ أَخَذَ الأَسْوَدُ كَفًّا مِنْ حَصًى فَحَصَبَهُ
بِهِ. فَقَالَ وَيْلَكَ تُحَدِّثُ بِمِثْلِ هَذَا قَالَ عُمَرُ لاَ نَتْرُكُ
كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّنَا -صلى الله عليه وسلم- لِقَوْلِ امْرَأَةٍ
لاَ نَدْرِى لَعَلَّهَا حَفِظَتْ أَوْ نَسِيَتْ لَهَا السُّكْنَى وَالنَّفَقَةُ
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ )لاَ تُخْرِجُوهُنَّ
مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلاَ يَخْرُجْنَ إِلاَّ أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَة(. ٍ (اخرجه مسلم)
[2]
Zuhri. Prof, Dr. Muh. Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran metodologis.
LESFI: Jakarta. 2003. Hal 65
[3]
Khon, Abdul Majid. ‘Ulum al Hadis. Amzah : Jakarta. 2008. Hal 16
[4]
Bukhori. Shahih Bukhori. Bab: al iman wa Qaul al Nabi. 1:8 (CD
Room Maktabah Syamilah)
[5]
Al Baihaqi. Sunan Baihaqi. Bab : Man Saha… 2: 4022. (CD Room Maktabah
Syamilah)
[6] Al
Maidah : 38
[7]
Ibn Majah. Sunan Ibn Majah Bab: La Washiyyata Li Warits. 8:2818
(CD Room Maktabah Syamilah)
[8] Drs.
Hasjim Abbas. Kritik matan Hadis. Teras: Yogyakarta. 2004. Hal 113
ConversionConversion EmoticonEmoticon