Kurikulum memiliki
posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan Klein, (1989:15). Dalam pengertian
kurikulum yang dikemukakan di atas harus diakui ada kesan bahwa kurikulum
seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah
memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki
rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian di atas memang
pengertian yang diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara
administratif kurikulum harus terekam secara tertulis.
Posisi sentral ini
menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan kegiatan kependidikan yang utama
adalah proses interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber dan
lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa setiap interaksi akademik
adalah jiwa dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau
pengajaran pun tidak dapat dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah
desain dari interaksi tersebut.
Dalam posisi maka
kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan terhadap
masyarakat. Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang terbuka
untuk setiap orang ataukah lembaga pendidikan khusus haruslah dapat
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya terhadap masyarakat. Lembaga
pendidikan tersebut harus dapat memberikan "academic accountability"
dan "legal accountability" berupa kurikulum. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah pengalaman belajar yang terjadi di
lembaga pendidikan tersebut tidak bertentangan dengan hukum maka ia harus
mempelajari dan mengkaji kurikulum lembaga pendidikan tersebut.
Secara singkat, posisi
kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah kurikulum
adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah
terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan
atau dikembangkan. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi
ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan
masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan
bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.
PEMBAHASAN
ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM
Anatomi (berasal dari bahasa Yunani ἀνατομία anatomia, dari ἀνατÎμνειν anatemnein, yang berarti memotong) atau kemudian akan
lebih tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan dengan
menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.[1]
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai
pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa
digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja,
"desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan
obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut
hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana,
proposal, atau berbentuk obyek nyata. Dalam kaitannya hal ini di artikan
sebagai proses daripada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum dalam dunia
pendidikan.[2]
Proses desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan
berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset,
pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan
perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap
jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan
tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan
untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan
dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
A.
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Suatu kurikulum harus
memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama,
kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan kebutuhan, kondisi dan perkembangan
masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-kpmponen kurikulum, yaitu
isi sesuai dengan tujuan,proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga
evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[3]
Kurikulum dapat
diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang memiliki anatomi tertentu.
Unsur atau komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi
atau materi, proses atau system penyampaian media, serta evaluasi. Keempat
komponen tersebut berkaitan satu sama lain[4].
1. TUJUAN.
Dalam kurikulum atau
pengajaran, tujuan memegang peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan
pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum
dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan,
kebutuhan, dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh
pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama
falsafah Negara. Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu
tujuan umum dan khusus, jangka panjang, menengah, dan jangka pendek[5].
Dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai
berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan
ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional, merupakan sasaran
pendidikan suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin
di capai oleh suatu program study. Tujuan instruksional yang merupakan target
yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran. Yang terakhir ini , masih dirinci
lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif,
yang merupakan tujuan pokok bahasan. Tujuan pendidikan nasional yang berjangka
panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum, sedangkan tujuan instruksional
yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat khusus.
Tujuan-tujuan khusus dijabarkan dari sasaran-sasaran pendidikan yang bersifat
umum yang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran khusus yang lebih konkret
sempit dan terbatas.
Tujuan-tujuan mengajar
dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan prilaku yang menjadi
sasarannya. Gage dan Brigs mengemukakan tiga kategori tujuan, yaitu Intlectual
skills, Cognitive strategis, Verbal information, Motor Skills, dan Attitudes.
Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain
prilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan kemampuan intlektual atau berpikir.
Domain afektif berkenaan dengan penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap,
minat dan nilai-nilai. Domain psikomotor menyangkut penguasaan dan pengembangan
keterampilan motorik.
Tujuan khusus mengajar juga memiliki tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Bloom
membagi domain kognitif atas enam tingkatan dari yang paling rendah, yaitu
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk domain
afektif, Kratwohl membagi atas lima tingkatan yang berjenjang, yaitu menerima,
merespon, menilai, mengorganisasi nilai dan karakterisasi nilai-nilai. Untuk
domain psikomotor, Anita Harrow membaginya atas enam jenjang, yaitu gerakan
refleks, gerakan-gerakan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan jasmaniah,
gerakan-gerakan keterampilan dan komunikasi yang berkesinambungan.[6]
KEUNTUNGAN
Keuntungan perumusan
tujuan mengajar yang berbentuk khusus(objektif) adalah :
1.
Memudahkan dalam
mengkomunikasikan maksud kegiatan mengajar kepada siswa.
2.
Membantu
memudahkan guru-guru memilih dan menyusun bahan ajar.
3.
Memudahkan guru
menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran.
4.
Memudahkan guru
mengadakan penilaian, menetukan bentuk tes, merumuskan butir tes dan menentukan
kriteria pencapaiannya.
KERUGIAN
Selain keuntungannya,
terdapat pula beberapa kesulitan, yaitu :
1.
Sukar menyusun
tujuan-tujuan khusus untuk domain efektif.
2.
Sukar menyusun
tujuan-tujuan khusus pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi kedua
kesukaran tersebut diperlukan keahlian, latihan, dan pengalaman yang mencukupi
dari guru-guru. Kekurangan keahlian, latihan dan pengalaman akan membawa
guru-guru pada perumusan tujuan yang bertaraf rendah, yang mudah diukur.
Kelemahan diatas akan menyebabkan penyusunan tujuan khusus bersifat mekanistis,
dengan jumlah tujuan yang sangat banyak.
Para ahli mengemukakan
bahwa tujuan khusus merupakan suatu prilaku yang diperlihatkan siswa pada akhir
suatu kegiatan belajar. Secara spesifik, tujuan-tujuan mengajar khusus yaitu :
Menggambarkan apa yang diharapkan dapat
dilakukan oleh siswa, dengan:
1)
Menggunakan
kata-kata kerja yang menunjukan tingkah laku yang dapat diamati.
2)
menunjukan
stimulus yang membuktikan tingkah laku siswa.
3)
memberikan
pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan siswa dan orang-orang
yang dapat diajak bekerjasama.
Menunjukan mutu tingkah laku yang
diharapkan dilakukan oleh siswa dalam bentuk:
1)
ketepatan dan
ketelitian respon.
2)
kecepatan,
panjangnya dan frekuensi respon.
Mengambarkan kondisi atau lingkungan
yang menunjang tingkah laku siswa, berupa :
1)
kondisi atau
lingkungan fisik,
2)
kondisi atau
lingkungan psikologis.[7]
2. BAHAN AJAR
Seorang siswa belajar
dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat-alat
dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut,
untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan
pengalaman belajar yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang
dalam suatu rencana mengajar, yang mencakup komponen-komponen : tujuan khusus,
sekuensi bahan ajar, strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta evaluasi
hasil mengajar.
Bahan ajar tersusun
atas topik-topik dan sub topik tertentu. Tiap topik atau sub topik mengandung
ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yan telah ditetapkan. Topik-topik atau
subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk suatu sekuens
bahan ajar.
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens
bahan ajar, yaitu:
1)
Sekuens
kronologis.
Digunakan untuk menyusun
bahan ajar berdasar urutan waktu. Peristiwa sejarah, paenemuan ilmiah dan
perkembangan historis suatu instuisi.
2)
Sekuens
kausal.
Berhubungan dengan
situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa atau situasi
lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab, maka akan diproleh
akibatnya.
3)
Sekuens
struktural.
Suatu sekuens bahan
ajar perlu disesuaikan dengan strukturnya.
4)
Sekuens
logis dan psikologis
Bahan ajar juga dapat
disusun berdasarkan urutan logis. Menurut sekuens logis bahan ajar, dimulai
dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepada yang kompleks.
Tetapi menurut sekuens psikologis, sebaliknya, dari keseluruhan kepada
sebagian, dari yang kompleks kepada yang sederhana.
5)
Sekuens
spiral
Bahan ajar dipusatkan
pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut, bahan
diperluas atau diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu
yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan dan diperdalam dengan
bahan yang lebih kompleks.
6)
Rangkaian
ke belakang.
Dalam sekuens ini,
belajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang.
7)
Sekuens
berdasar herarki belajar
Sekuens ini memiliki
prosedur sebagai berikut: tujuan khusus utama pemebelajaran dianalisis,
kemudian dicari suatu herarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan tersebut.
Herarki tersebut menggambarkan urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai
siswa, berturut-turut sampai dengan prilaku terakhir.
3. STRATEGI MENGAJAR
Penyusunan sekuens
bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu
guru menyusun sekuens suatu bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi
mengjar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam mengajar yaitu :
a)
Reception/ Exposition Learning-Discovery
Learning.
Reception dan
Exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama,
hanya berbeda dalam pelakunya. Reception Learning dilihat dari sisi
siswa sedangkan Exposition dilihat dari sisi guru. Dalam exposition,
keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk
jadi, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Dalam Discovery
Learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisakan bahan dan
membuat kesimpulan. Melalui kegiatan tersebut, siswa akan menguasainya,
menerapkannya, serta menemukan hal yang bermanfaat bagi dirinya.
b)
Rote Learning- Meaningful Learning
Dalam Rote Learning,
bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi
siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalnya. Dalam Meaningful
Learning, penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut
Ausubel dan Robinson, suatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan
struktural kognitif yang ada pada siswa.
c)
Group
Learning – Individual Learning
Pelaksanaan Discovery
Learning, menuntut aktifitas belajar yang bersifat individual atau dalam
kelompok kecil. Discovery Learning dalam bentuk kelas, pelaksanaannya agak
sukar dan mempunyai beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut yaitu karena
kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama, sehingga hanya dapat
dilakukan oleh siswa yang pandai. Kerjasama hanya akan dilakuakan oleh anak
yang aktif, sedangkan anak yang lain mungkin hanya akan menonton. Dengan
demikian akan timbul perbedaan yang sangat jauh antara anak yang pandai dan
yang kurang.
4. MEDIA PENGAJARAN
Media mengajar
merupakan segala macam bentuk perngasang dan alat yang disediakan guru untuk
mendorong siswa belajar.
Rowntree, mengelompokan media mengajar
menjadi lima macam, yaitu :
a.
Interaksi
Insani
Media
ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi
tersebut, kehadiran guru mempengaruhi perilaku siswa atau siswa-siswanya.
Interaksi insani dapat berlangsung melalui komunikasi verbal atau
nonverbal.komunikasi verbal memegang pernanan penting, terutama dalam
perkembangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi afektif, komunikasi
nonverbal seperti : perilaku, penampilan fisik, gerak, dan sikap memegang
peranan penting sebagai contoh nyata.
b.
Realita
Realita
merupakan bentuk perangasang nyata seperti oranag, benda, dan peristiwa yang
diamati siswa. Dalam realita, kesemuaan tersebut berfungsi sebagai objek
pengamatan studi siswa.
c.
Pictorial
Media
ini menyajikan berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol,
bergerak atau tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset dan media lainnya. Media
pictorial memiliki keuntungan karena semua bentuk ukuran, kecepatan, benda,
makhluk dan peristiwa dapat disajikan dalam media ini.
d.
Simbol
Tertulis
Merupakan
media penyajian informasi paling umum, tetapi efektif. Ada beberpa macam bentuk
media simbol, seperti buku teks, buku paket, modul dan majalah. Media ini
biasnya dilengkapi dengan media pictorial.
e.
Rekaman
Suara
Berbagai
bentuk informasi dapat disajikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara,
sehinga mempermudah guru dalam menyampaikan materi belajar.
Dale
mengemukakan 12 macam media mengajar atau audia visual aid, yang disebutnya
Cone Of Experience atau kerucut pengalaman, yaitu :
Verbal Symbol
Visual Symbol
Sign , stick figures
Radio and Recording
Still Pictures
Educational Television
Exhibits
Study Trips
Demonstration
Dramatized experiene
Contrived experience
Direct Purposeful
Gagne
mengemukakan lima macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk
menyajikannya, yaitu :
Perangsang
|
Alat
|
Kata
kata tertulis
Kata-kata
lisan
Gambar
dan kata-kata lisan
Gambar
bergerak, kata dan suara lain.
Konsep
teoritis gambar
|
Buku,
pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru,
tape recording
Slide
tapes, slide bersuara, ceramah dan poster.
Proyektor
film bergerak, televisi, demonstrasi
Film
bergerak, permainan boneka/wayang.
|
5. EVALUASI PENGAJARAN
Komponen utama
selanjutnnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi mengajar, dan media
menngajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Evaluasi ditujukan untuk menilai
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan
mengajar secara keseluruhan . Tiap kegiatan akan memberiakn umpan balik,
demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan
mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha
penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan
sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
a.
Evaluasi hasil belajar-mengajar
Untuk menilai
keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah di tentukan,
diadakan suatu evaluasi . Evaluasi ini disebut juga evaluasi hasil
belajar-mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir soal untuk
mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah di tentukan. Untuk riap
tujuan khusus minimal disusun satu butir soal. Menurut lingkup luas bahan dan
jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif
ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dalam
jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif
sebenarnya lebih besar ditujukan untuk menilai proses pengajaran. Dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi formatif digunakan untuk
menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari satu pokok bahasan. Hasil
evaluasi formatif ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses
belajar-mengajar dan membantu mengatasi kesulitan-kesulitanbelajar siswa.
Dengan demikian evaluasi formatif, selain berfungsi menilai proses, juga
merupakan evaluasi atau tes diagnostik. Grondlund (1976:489) mengnemukakan
fungsi tes formatif sebagai berikut :
1. To plan corrective action for
overcoming learning deficiences,
2. To aid in motivating learning,
3. To increase retention and tarnsfer or learning.
Evaluasi sumatif
ditunjukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang lebih
luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu
semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif mempunyai
fungsi yang lebih luas daripada evaluasi formatif. Dalam kurikulum pendidkan
dasar dan menengah, evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar
siswa (kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta menilai efektifitas program
secara menyeluruh. Ini sesuai dengan pendapat Grondlund (1976:499) bahwa
evaluaasi sumatif berguna bagi :
1. Assigning grades,
2. Reporting learning progress to parents, pupils, and school personnel,
3. Improving learning and intruction
Untuk mengukur
tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang telah ditentukan atau
bahan yang telah di ajarkan ada dua macam norma yang digunakan yaitu norm refrenced dan criterion refrenced (Chauhan,
1979:170-171, Gronlound, 1976:18-19, Thorndike, 1976:654). Dalam criterion refrenced penguasaan
siswa yang diukur dengan sesuatu tes hasil belajar dibandingkan dengan sesuatu
kriteria tertentu umpamanya 80% dari tujuan atau bahan yang diberikan. Dengan
demikian dalam criterion refrenced ada
suatu kriteria standar. Dalam norm
referenced, tidak ada suatu kriteria standar, penguasaan siswa dibandingkan
dengan tingkat penguasaan kawan-kawanya satu kelompok. Dengan demikian norma
yang digunakan adalah norma kelompok, yang lebih bersifat relatif.
Kelompok ini dapat berupa kelompok kelas, sekolah, daerah, ataupun
nasional. Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, criterion referenced digunakan pada
evaluasi formatif, sedangkan norm
referenced digunakan pada evaluasi sumatif.
b.
Evaluasi pelaksasanaan mengajar
Komponen yang
dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar-mengajar tetapi
keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan
mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sekuens bahan ajar), strategi dan
media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri.
Stufflebeam dan
kawan-kawan (1977:243) mengutip Model Evaluasi dari EPIC, bahwa dalam program
mengajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi: komponen tingkah laku yang
mencakup aspek-asoek(subkomponen) : kognitif,
afektif, dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen : isi, metode, organisasi, fasilitas dan
biaya; dan komponen populasi, yang mencakup : siswa, guru, adminisator, soesialis,
pendidikan, keluarga dan masyarakat. Untuk
mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan
hanya digunakan tes tetapi juga digunakan nontes, seperti observasi ,
studi dokumenter, analisis hasil pekerjaan, angket dan checklist. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru atau oleh pihak-pihak
lain yang berwenang atau diberi tugas seperti , kepala sekolah dan pengawas,
tim evaluasi kanwil atau pusat. Sesuai dengan prinsip sistem, evaluasi dan
umpan balik diadakan secara terus menerus, walaupun tidak semua komponen
mendapat evaluasi yang sama kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya
menyeluruh dan terus menerus tersebut maka evaluasi pelaksanaan sistem mengajar
dapt dipandang sebagai suatu monitoring.
6. PENYEMPURNAAN PENGAJARAN
Hasil-hasil evaluasi,
baik evaluasi hasil belajar, maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara
keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih
lanjut. Komponen apa yang disempurnakan, dan bagaimana penyempurnaan tersebut
dilaksanakan?. Sesuai dengan komponen-komponen yang di evaluasi, pada dasarnya
semua semua komponen-komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen
mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapatkan
prioritas lebih dulu atau mendapatkan penyempurnaan lebih banyak, dilihat dari
perannya dan tingkat kelemahannya (Rowntree, 1974:150-151). Penyempurnaan juga
mungkin dilakukan secara langsung begitu didapatkan sesuatu informasi umpan
balik, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu tergantung pada
urgensinya dan kemungkinan mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan
mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin
dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain baik sesama personalia sekolah
atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkin bersifat
menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tertentu. Semua hal tersebut
beergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
B.
DESAIN KURIKULUM
Desain kurikulum
mennyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum .
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari
lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses
belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan
berdasrkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah,
kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan
dengan yang lanjutan.
Berdasrkan pada apa
yang menjadi fokus pengajaran , sekurang-kurangnya dikenal tiga pola
desain kurikulum, yaitu :
1. Subject
centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
2.
Learner centered design, suatu desain kurikulum yang
mengutamakan peranan siswa.
3.
Probelms centered design, desain kurikulum yang
berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarkat.
Walaupun bertolak dari
hal yang sama, dalam suatu pola desain terdapat beberapa variasi desain
kurikulum. Dalam Subject centered
design dikenal ada : the
subject design, thee disciplinies design, dan the broad fields design. Pada probelms centered design dikenal pula : the areas of living design dan the core design.
1.
Subject Centered Design
Subject
centered design curiculum merupakan bentuk desain yang paling
populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulum dipusatkan pada is atau
materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata
pelajaran, dan mata-matapelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah.
Karena terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curiculum.
Subject
cebtered design berkembang dari konsep pendidikan
klasik yang menenkankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu,
dan beruaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena
mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject
matter tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.
Model design curriculum ini mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model ini adalah:
1. mudah disusun, dilaksanakan,
dievaluasi, dan disempurnakan
2. para pengajarnya tidak perlu
dipersiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan sering
dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Beberapa kritik
yang juga merupakan kekurangan model desain ini adalah
1. karena pengetahuan diberikan secara
terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan, sebab adalam kenyataan
pengetahuan itumerupakan suatu kesatuan,
2. karena mengutamakan bahan ajar maka
peran peserta didik sangat pasif
3pengajaran lebih menekankan pengetahuan
dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalitas
dan kurang praktis.
Atas dasar tersebut,
para pengkririk menyarankan perbaikan ke arah yang lebih terintegrasi, praktis,
dan bermakna serta memberikan peranyang lebih aktif kepada siswa.
A.
The Subject Design
The
Subject Curiculum merupakan bentuk desain yang
paling murni dari subject
centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam
bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang
Yunani kemudian Romaawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi
gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi matematiks,
geometri, astonomi, dan musik. Paada saat itu pendidikan tidak diarahkan
pada mencari nafkah, tapi oada pembentuakan pribadi dan status sosial (Liberal Art). Pendidikan hanya di
peruntukan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah bekerja mencari
nafkah.
Pada abad 19 pendidikan
tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (liberal
art) tetapi pada pendidikan yang lebih bersifat praktis., berkenaandengan mata
pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata
pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat teoritis, juga
berkembang mata-mata pelajaran praktid seperti pertanian, ekonomi, tata
buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain. Isi pelajaran di
ambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli
sebelumnya. Para siswa di tuntut untuk menguasai semua pengetahuan yang
diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak.
Karena pelajaran-pelajaran diberikan secara terpisah-pisah, maka siswa
menguasainya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya
pada tahap hafalan, bahkan dikuasai secar verbalitas.
Lebih rinci kelemahan-kelemahan
bentuk kurikulum ini adalah :
ü kurikulum
memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.
ü isi
kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat,
yang sedang berlangsung saat sekarang.
ü Kurikulum
ini kurang memperhatiakan minat, kebuutuhan dan pengalaman peserta didik
ü Isi
kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di
dalam mempelajari dan menggunakannya
ü Kurikulum
lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatiakn cara penyampaian. Cara
penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan peran siswa pasif.
Meskipun ada
kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa
kelebhan karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini
lebih banyak dipakai.
v Karena
materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis
logis, maka penyusunnya cukup mudah.
v Bentuk
ini sudah di kenal sejak lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga
lebih mudah untuk dilaksanakan.
v Bentuk
ini memudahkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi,
sebab pada perguruan tinggi umumnya menggunakan bentuk ini
v Bentuk
ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode
ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi
v Bentuk
ini sagat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya
masa lalu.
Dengan adanya kelemahan-kelemahan
di atas pengembang kurikulum subject
design tidak tinggal diam, mereka berusaha untuk
memperbaikinya. Dalam rumpun subject
centered, the broad field designmerupakan pengembangan dari bentuk ini.
Begitu juga pengembangan
bentuk-bentuk lain di luar subject
centered, the broad field design, areas of living design dan core design.
B.
The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan
pengembangan dari subject design
keduanya masih menekankan kepada isi materi kurikulum. Walaupun bertolak
belakang dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada
kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan antara matematika,
psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan
apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject
dan bukan adalah batang tubuh ke ilmuannya. Batang tubuh keilmuan
menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan, Untuk
menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah disiplin.
Isi kurikulum yang
diberikan di sekolah adalah dusiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini
sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah
isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini
berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti : fisika,
biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya.
Perbedaan lain adalah
dalam tingkat penguasaan, disciplines
design tidak seperti subject
design yang menekankan penguasaab fakta-fakta dan informasi tetapi pada
pemahaman (understing). Para peserta
didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu
disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting juga
didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan meguasai hal-hal itu,
kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan
berbagai fenomena baru.
Proses belajarnya tidak
lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih
banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines
design sudah menintegrasikan unsur-unsur progersifisme dari Dewey. Bentuk ini
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki
organisasi yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas
intelektual pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai
serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan
proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun telah
menunjukan beberapa kelebihan bentuk, desain ini maasih memiliki beberapa
kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang berintegrasi.
Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.
Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik.
Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun
untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih luas dibandingkan
dengan subject design tetapi
secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.
C.
The Broad Fields Design
Baik subject design maupun disciplines design masih
menunjukan adanya pemisahan antar mata pelajaran. Salah satu usaha untuk
menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan The broad field design. Dalam model ini mereka menyatukan beberapa
mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi
seperti sejarah, Geografi, dan Ekonomi digabung menjadi ilmu Pengetahuan
sosial, Aljabbar, Ilmu ukur, dan Berhitung menjadi matematika, dan sebagainya.
Tujuan pengembangan
kurikulum broad field adalah
menyiapakan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang
sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk
kurikulum ini banyak digunakan di sekolah menengah pertama, di sekolah menengah
atas penggunaannya agak terbatas apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.
Ada dua kelebihan
penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah,
walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan
penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur. Kedua, karena
mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik melihat
hubungan antara beberapa hal.
Di samping kelebihan
tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini. Pertama, kemampuan guru,
untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai bidang yang luas, tetapi untuk
tingkat yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar sekali. Kedua,
karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan secara
mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga, pengintegrasian bahan
ajar terbatas sekali,tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman
yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat
belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah di bandingkan dengan subject design, tetapi model ini
tetap menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif
tingkat tinggi.
2.
Learner-centered design
Sebagai reaksi sekaligus
penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject
centered design berkembang
learner centered design. Desai ini berbeda dengan subject centered, yang bertolak dari cita-cita untuk
melestarikan dan mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan
isi dari kurikulum.
Learner
centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam
pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta
didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi
belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
a.The
Activity atau Experience Design
Model desain
berawal pada abad ke 18, atas hasil karya dari rousseau dan Pestalozzi, yang
berkembang pesat pada tahun 1920/1930an pada masa kejayaan pendidikan
progresif.
Beberapa ciri utama
activity atau experience design:
Pertama,struktur
kurikulum ditentukan oleh kebutuhan danminat pesertadidik. Dalam
implementasinya guru hendaknya:
a) Menemukan minat dan kebutuhanpeserta
didik,
b) Membantu para siswa memilih mana yang
paling penting dan urgen .
Kedua, karena struktur
kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum
tidak dapat di susun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh siswa.
Ketiga, Desain
kurikulum menekankan prosedur pemecahan masalah, maksudnya dalam pembelajaran
tentu akan di dapatkan masalah dan dalam activity design perlu mempunyai cara
memecahkan masalah tersebut,.
Beberapa kelebihan dari
design kurikulum :
Pertama, karena program
pendidikan berasal dari peserta didik,maka tidak banyak mengalami kesulitan
merangsang peserta didik dalam motivasi belajar.
Kedua, pengajaran
memperhatikan individual,meskipun di bentuk kelompok sekalipun karena mereka
juga harus berperan aktif dalm kelompok.
Ketiga, kegiatan-
kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk
menghadapi kehidupan di luar sekolah.
Kritik untuk kurikulum ini:
Pertama, perbedaan pada
minat dan kebutuhan peserta didik yang kerap terjadi.
Kedua,
kurikulumtidakmempunyai polakarena sumber pemikiran berasaldari peserta didik.
Ketiga, activity design
curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens. Dasar minat peserta
didik tidak memberikan landasan yang kuat.
Keempat, kurikulum ini
tidak dapat dilakukan oleh guru biasa karena membutuhkan ahli general education
plus ahli psikologi perkembangan fan human relation.
3.
PROBLEM CENTERED DESIGN
Problem centered design
berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered).
Problem centered desain menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu
kesejahteraan masyarakat. Problem cebtered design menekankan pada isi maupun
perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini,
yaitu the areas of living design, dan The core design.
a.
The Area of Living Design
Dalam prosedur belajar
ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi
(content objectivies) diintegrasikan. Penguasaan informasi- unformasi yang
bersifat pasiftetap dirangsang. Cirri lai yaiti menggunakan pengalaman dan
situasi – situasi dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam
mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Dalam the areas of
living hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan
suatu desain bidang-bidang kehidupan yang dirumuskan dengan baikakan
merangkumkan pengalaman-pengalaman peserta didik.
Desain ini mempunyai
beberapa kebaikan diantanya:
Pertama, the areas of living desaign
merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi.
Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema- problema kehidupan sosial.
ü Kedua,
karena kurikulum diorganisasikan di sekitar problema- problema peserta
didik maka kurikulum ini menggunakan prosedur pemecahan masalah.
ü Ketiga,
menyajikan bhan ajar yang relevan, untuk memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan.
ü Keempat,
menyajikan bahan ajar dalam bentuk yyang professional.
ü Kelima,
motivasi berasal dari peserta didik.
Beberapa kritikan tentang desain ini:
ü Pertama,
penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sngat esensial
sangat sukar.
ü Kedua,
lemahnya integrasi kurikulum
ü Ketiga,
desain inio megabaikan warisan budaya.
ü Keempat,
para peserta didik memandang masalah untuk sekarng dan masa depan dan
mengabaikan masa lalu.
ü Kelima.
Guru, buku dan media lain tidak banyak disiapkan untuk model ini sehingga
mengalami kesulitan.
b.
The Core Design
The cores design timbul
sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang sifatnya
terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar , mereka memilih mta mata
pelajaran tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan kan
disekitar core tersebut. Menurut konsep ini inti-initi bahn ajar dipusatkan
pada kebutuhan individual dan sosial. The core design biasa juga disebut the
core curriculum.
Variasi dalam the core curriculum
- the sparate subject core
- the correlated core
- the fused core
- the activity/ experience core
- the areas of living core
- the social problem cor
KESIMPULAN
Makalah yang berjudul
Anatomi dan Desain Kurikulum ini mendeskripsikan secara terperinci tentang
komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta desain kurikulum yang dapat
digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana tersebut menyebutkan bahwa dalam
kurikulum itu terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan kurikulum,
bahan ajar atau materi atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau
metode mengajar, media mengajar dan evaluasi pengajaran serta penyempurnaan
pengajaran. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi
kelangsungan kurikulum.
Desain kurikulum
merupakan rencana pembelajran yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam
proses pembelajaran. Desain kurikulum yang dapat digunakan diantaranya adalah
subject centered design, learned centered design, problem centered design.
Setiap design kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses
pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setian
design kurikulum dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melakukan
proses pembelajaran. Jadi setiap design kurikulum memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanannya.
DAFTAR PUSTAKA
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek, PT.Remaja Rosda Karya, 2006, Bandung
ConversionConversion EmoticonEmoticon